Whatsup!

Sudah 8 tahun berlalu. . .
Dan ternyata banyak yang telah berubah. Tidak dengan blog ini, masih sama seperti dulu.

Senin, 16 Juni 2014

FF EXO "Black Hole"



“BLACK HOLE”
Author         : Hyera Jung

Genre          : Fantasy, death, etc.

Cast            : Luhan, Sehun, and Seulri

Length         : Oneshoot

Rated          : T

-Review-

Cast POV

Ya, kini kaki ku mulai bergetar di ikuti suara Sehun yang tiba-tiba terdengar di balik pintu besar itu. apa yang terjadi? Ini sungguh menakutkan, keringat dingin mulai bercucuran turun dari kepalaku hingga mengenai dada bidangku ini. aku masih berdiri di depan pintu besar ini, mengambil ancang-ancang untuk membukanya, aku ingin menyelamatkan Sehunku. Tapi, ketakutan ku terus membuat keberanianku naik turun. aku menarik napas ku panjang, bertekad untuk membukanya. Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan Sehun didalam sana, cukup aku kehilangan adikku, aku tak ingin kehilangan orang yang ku sayangi lagi.


~Happy Reading~


Luhan POV

Aku hidup di keluarga yang sederhana, hidup di lingkungan sederhana pula. Eomma telah meninggal dua tahun yang lalu, meninggalkan aku dan adikku bersama appa. Aku bekerja paruh waktu di sebuah caffe untuk mencukupi pembayaranku untuk kuliah. Sedangkan appa? Appa bekerja di perusahaan swasta sebagai penjaga keamanan. Adikku pun masih bersekolah di YN’sang High School dengan beasiswa.

Aku kuliah dari pagi hingga sore dan sepulangnya aku langsung bekerja. Tak banyak waktu yang kubuang untuk sekedar bermain-main diluar sana bersama teman sebaya ku. itu tak masalah bagiku, asal kami masih bisa hidup dan makan setiap harinya.

“Oppa… apa kau masih lama?” Seulri sudah mulai menanyaiku, dia satu-satunya adik yang ku miliki. tepat pukul 9 malam ia akan menemuiku di tempatku bekerja dan menunggu ku hingga selesai. Dia sudah terbiasa melakukan itu.

“Tak lama lagi, aku harus membereskan ini dulu,” jawabku sambil membersihkan tumpukan piring-piring di atas meja.

“Mmm, Arrasseo!” dia mulai cemberut dengan menumpuhkan dagunya di kedua tangannya. Benar-benar manis.

Seulri kelihatan lelah hingga ia tertidur di tempat itu, tempat dia mana dia sering menungguku. Aku mulai membangunkannya, “Seulri-ah, ireona!”

“Huwaa!” dia mendengus dengan merentangkan kedua tangannya. Baru sebentar saja, matanya itu sudah sembab, terlihat semakin sipit.

“Kalau begitu oppa akan menggendongmu!” ucapku mulai merendahkan tubuhku agar dia segera naik.

“Ah, andwe! Aku tahu oppa lebih lelah dari ku, kajja kita pulang,” gumamnya dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka. Dia langsung menggandeng tanganku, meninggalkan caffe itu. “Hmm, anak ini!”

Author POV

Pagi ini Luhan sudah rapi dengan kemeja yang berbalut sangat apik di tubuh nya yang bidang itu. kampusnya memang cukup jauh dari rumahnya, dia berangkat lebih pagi agar ia tak terlambat dengan berjalan kaki.

“Luhan-ssi!” panggil seseorang dari belakang.

“Oh Sehun? Apa yang kau lakukan di daerah sini?” tanya Luhan pada namja yang berada di dalam mobil mewah itu.

“Tadi, aku ada urusan. Baru saja kuselesaikan. Apa kau akan ke kampus?” namja itu, Oh sehun, berbalik bertanya pada Luhan. Luhan hanya menjawab dengan anggukan.

“Naiklah!” ajak Sehun. Dengan ragu-ragu, Luhan pun masuk dan berangkat bersama Sehun.

Keduanya kelihatan canggung, karena memang mereka tak terlalu dekat. “Kamsahabnida, Sehun-ssi!” ucap Luhan ketika mereka sudah sampai.

Setelahnya, Luhan buru-buru masuk kelas dan meninggalkan Sehun. Sehun termengangah karenanya. Sepertinya Sehun mencoba mendekatinya.

Luhan POV

Entahlah, ini hanya perasaanku atau ia memang terus mengikutiku beberapa hari ini. bahkan ketika aku bekerja pun, ia menampakkan wujudnya di hadapanku, dengan muka polosnya itu. mungkin ia ingin berteman denganku, itulah pikiranku.

“Oh Sehun!” panggilku padanya, aku menghampirinya karena penasaran.

“Luhan-ah… kajja, duduklah,” serunya padaku, aku pun duduk di hadapannya.

“Wae gerae?” ucapnya tak lama.

“Apa kau mencoba mengikutiku beberapa hari ini?” tanya ku mengintrogasi nya, dia tersedak setelah mendengar pertanyaanku barusan.

“Mwo? Kau terlalu percaya diri Xi Luhan,” gumamnya menyapu bahu ku, bahkan ia menertawakanku.

“Sepertinya aku terlalu percaya diri, baiklah hanya itu yang ingin ku tanyakan,” aku beranjak dari tempat dimana aku duduk, dan kembali bekerja.

Aku hanya bisa mengomel dan menyesal karena telah menanyakan hal itu padanya. “Apa aku salah?”

.

.

.

.

Luhan POV

Untuk beberapa hari ini caffe sedang ramai pengunjung, dan selama itu juga aku tak masuk kuliah. Namun, para dosen yang mengajari ku mengerti keadaan ku dan memakluminya.

“Oppa, apa kau sibuk?” Seulri kembali menggangguku.

“Wae?” tanya ku pendek, “Anak ini, apa dia tak bisa melihatku yang sedang kesusahan” keluhku.

“Apa oppa bisa membantuku? Pr ku sangat susah, oppa, jebal!” pinta nya, dengan memasang tampang ???

“Biar aku saja yang mengerjakannya!” ucap seseorang, yang berdiri tepat di belakang Seulri.

“Eoh? Sehun-ah!” mata ku kini membulat memandanginya, tak menyangka. O_O

“Akhirnya kau memanggil nama ku seperti itu, ‘Sehun-ah’ itu terdengar sangat manis,” ucap namja tinggi itu, benar-benar aneh.

“Apa oppa benar-benar akan membantuku?” tanya Seulri padanya, sembari terus memandangi namja berkulit putih itu, terpukau.

“Mm, tentu saja. Biar aku yang mengerjakannya, Luhan sedang sibuk.”

Ini cukup membantu sehingga aku tak lagi mendengar suara rengekan Seulri yang terus meminta bantuan ku. setelah beberapa menit mereka mengerjakan soal itu, akhirnya Sehun selesai mengerjakannya.

“Wah, oppa, gomawo!” Seulri beranjak dari tempat duduknya. “Ah, oppa! Kau benar-benar tampan, tapi kau juga terlihat cantik.”

Aku yang mendengar perkataan adikku itu hanya bisa menggelengkan kepala, anak ini semakin bisa memuji orang yang layak untuk di puji. “Luhan oppa, aku pulang dulu, nanti malam aku akan kembali,” kata Seulri berpamitan.

Sedangkan Sehun, masih ada di tempat itu. bahkan setelah satu jam aku menunggunya untuk pergi, ia belum juga beranjak dari tempat itu. “Sepertinya kau sangat betah disini!” sahut ku.

“Tentu saja, aku senang melihatmu ketika sedang bekerja,’’ ucapnya. Jujur, aku tak mengerti pikiran anak ini, dia terus memperlakukanku seperti yeoja.

“Oh Sehun, apa kau sakit? Lebih baik kau pulang dan beristirahat!” paksa ku.

“Duduklah, ada yang ingin ku bicarakan!” kini nada bicara sehun lebih serius.

Aku pun duduk dan melipat kedua tanganku di atas meja, “Mwo?”

“Aku ingin menjadi temanmu apa kau keberatan?” tanya Sehun. Anak ini memang ajaib.

Aku terdiam dan seketika tertawa lepas dihadapannya. “Aku sudah merasa ketakutan, aku kira kau akan bilang bahwa kau menyukaiku karena kau seorang gay. Dan ternyata, kau hanya ingin bilang itu? tentu saja aku tak keberatan, kita sudah menjadi teman sejak lama, oh sehun.”

Sehun terdiam, kemudian senyum nya kini terlihat. Senyuman itu berbeda tak seperti biasanya. “Mm, baiklah… aku pulang! Kembalilah bekerja, maaf telah mengganggumu.”

“Tak apa, hati-hatilah berkendara.” Aku kembali kedalam dan mulai lagi membereskan piring-piring kotor yang sudah memenuhi meja untuk para pelanggan.

.

.

.

.

.

Author POV

Luhan sudah kembali masuk kuliah, dia kembali seperti biasa. Tempat favoritnya pun selalu sama. Perpustakaan dan taman belakang. Intinya tempat yang sepi dan nyaman. Tak banyak yang dekat dengannya Karena dia terlalu sibuk membagi waktu antara pekerjaan dan pendidikannya.

“Ternyata kau disini!” gumam Sehun yang muncul dari belakang Luhan.

“Kau suka tempat yang sepi?” tanya Sehun pada namja manis itu.

“Tentu, tempat sepi seperti ini membuatku tenang dan lebih muda untuk belajar,” terang Luhan masih terus memandangi buku tebal yang sejak tadi ada di genggamannya.

Sehun meraih buku itu agar perhatian Luhan mengarah padanya, tapi itu justru membuat Luhan marah. “Kau sedang apa? Kembalikan buku ku!”

Sudah 3 bulan mereka berteman, semenjak Sehun meminta untuk menjadi teman Luhan. Waktu memang sangat cepat bergulir. Sehun justru tak menghiraukan Luhan yang sudah memasang wajah masam. Dia terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang mengganggu pikirannya.

“Luhanie…” panggilnya dengan suara yang melemah.

“Wae, waeyo Sehun-ah!” sahut Luhan naik darah.

“Apa yang kutakutkan akhirnya terjadi,” gumam Sehun terus menatap Luhan dengan teduh.

“Maksud mu apa, aku tak mengerti. Jangan berbelit-belit!” keluh Luhan membalas tatapan Sehun dengan sinis.

Tiba-tiba Sehun menarik tangan Luhan dan meletakkan jemarinya di sela-sela jemari Luhan. “Ya… apa yang kau lakukan?” berontak Luhan, tapi itu hanya sia-sia. Sehun semakin menggenggamnya dengan erat.

“Aku pikir. . . aku menyukaimu, Luhannie!” terang Sehun, lagi-lagi dengan tatapan teduhnya, yang bisa membuat seseorang iba bahkan tak tega terhadapnya.

“Berhenti memanggilku seperti itu. aku tahu, kau sedang bergurau, kau sedang mempermainkanku kan?” Luhan kembali memberontak kini dengan tenaga lebih dari yang tadi.

Sehun berpikir sejenak, “Sepertinya dia tak menerimanya, apa aku harus berpura-pura lagi?” batin Sehun.

Tak lama, dia kembali tersenyum. “Apa begitu ketahuan jika aku sedang mempermainkanmu?” Sehun menyentuh dagu mulus Luhan.

“Aigo, cara mu tak lucu. Berhenti melakukannya, jika kau melakukannya lagi…” ucapan Luhan terputus begitu saja.

“Jika aku melakukannya lagi kenapa? Apa ada yang salah?”

“Tentu saja salah, kau seorang namja begitu juga denganku. Kemana pikiran jernih mu Oh Sehun?”

“Tapi menurutku kau seorang yeoja, Luhan…” kekeh Sehun, membuat mata Luhan seakan ingin meloncat keluar karena tak tahan akan sikap Sehun.

“Mwo? Yeoja?” suara Luhan menggelegar di taman belakang sekolah yang sudah sepi itu.

Sehun mengangguk menahan tawa,  yang sudah menggelitik perutnya. “Mianhae. . . aku hanya bergurau. Apa kau tak akan pulang? Kau tak bekerja?”

“Aku sedang libur. Wae?” Luhan berbalik bertanya.

Sehun menariknya keluar, menuju parkiran dimana ia memarkir mobil mewah nya itu. “Tunggu disini, aku akan kembali. Tak lama, arrasseo?” ucap Sehun tergesa-gesa.

“Mm, cepatlah kembali jika tidak aku akan pergi.” Mobil Sehun pun melesat dengan kencang melewati gerbang kampus mereka.

.

.

.

.

.

Beberapa menit kemudian…

Sehun kembali dengan beberapa barang di dalam mobilnya. “Itu semua apa?” tanya Luhan tak mengerti.

“Ini. . . perlengkapan kita!” ucap Sehun singkat.

“Aku masih belum mengerti.”

Sehun hanya tersenyum melihat Luhan dengan wajah polosnya itu, bahkan Luhan tak curiga sedikitpun terhadap Sehun. Mereka hanya saling berdiam diri, sesekali Luhan memutar music tapi Sehun selalu mematikannya.

“Sepertinya ada yang tak beres!” benak Luhan sembari menatap kursi belakang beberapa kali.

Sehun yang menyadari keresahan Luhan pun mencoba menenangkannya, “Tak ada yang perlu kau khawatirkan Luhan-ah!”

“Firasatku akan terjadi sesuatu, entah ini pertanda apa. Tapi aku takut!”

Luhan masih menatap kursi belakang, dia pun mencoba memeriksa apa yang Sehun simpan dibalik selimut itu?

“Apa yang ingin kau lakukan Luhan?” Sehun mulai khawatir.

“Aku penasaran, apa yang ada di balik selimut ini?” Luhan sudah memegangi selimut itu, dia mulai mengambil ancang-ancang untuk menariknya. Dan. . .

“Seulri-ah. . .” teriak Luhan dengan mata yang kembali membulat. O_o

“Op…pa… Annyeong!” sapa Seulri dengan suara melemah. Dia tahu, ia akan kena omel dari kakaknya itu.

Namun, apa yang dilakukan Luhan? Dia hanya diam dan tak bicara sepatah katapun. “Apa kau marah? Ini salah ku, seharusnya aku melarangnya untuk ikut,” kata Sehun menyesal.

Luhan masih berdiam diri dia hanya memandangi pohon-pohon yang terus berlewatan di tepi jalan. Pohon-pohon yang rimbun ini, membuat jalan menjadi gelap. Di dalam mobil pun tak ada kehidupan. Ketiga orang itu masih saling berdiam diri kaku.

“Oppa… mianhae!” gumam Seulri di balik selimut yang menutupi seluruh badannya itu.

“Tunggu! Sehun-ah, kau akan membawa kami kemana?” tanya Luhan menatap Sehun dengan terus menggigit bibir bawahnya.

“Apa kita tak tersesat?” tanya nya lagi. Sehun memandangi sekelilingnya, tampak sepi, kelihatan seperti hutan tua yang tak pernah di lewati sebelumnya.

“Eotteohke haneun goya?” Sehun panic, dia turun dan kembali memerhatikan sekelilingnya.

“Wae oppa?” Seulri yang baru menyadarinya ikut khawatir.

“Tak apa, tetaplah didalam, arrasseo!” Luhan ikut turun dari mobil. “Aku belum pernah melihat hutan ini.”

“Mm, aku juga belum pernah melihat hutan ini. apa aku salah jalan? Tapi, kurasa ini sudah benar, aku tak mungkin salah jalan untuk membawamu ke vila keluarga ku.”

“Apa kita harus melanjutkan perjalanan atau mencari penginapan di dekat sini?”

“Penginapan? Apa kau yakin di tempat gelap seperti ini ada penginapan?” gumam sehun melongo seperti orang tolol.

“Seperti nya ada, didalam sana terlihat cahaya lampu. Mungkin disana ada penduduk?” ucap Luhan menunjuk kearah dalam hutan yang memang terlihat ada cahaya lampu disana.

“Baiklah, lebih baik kita kesana.”

Mereka pun pergi ke dalam hutan mengarah pada cahaya lampu yang mereka lihat, dengan membawa perlengkapan seadanya. “Oppa… aku takut!” jerit Seulri terus memeluk Luhan.

“Tenanglah! Kau juga, kenapa kau harus ikut bersama Sehun. Jika terjadi sesuatu bagaimana?” omelan Luhan kembali terdengar.

Sehun memimpin jalan, ia berjalan di depan Luhan dan Seulri. “Apa masih jauh?” tanya Seulri.

“Sepetinya tak jauh lagi!” jawab Sehun terus memerhatikan langkahnya.

Cahaya lampu itu semakin dekat, benar saja, di tengah hutan yang gelap itu terdapat rumah besar dan kelihatan tua. “Rumah ini menakutkan!” gumam Luhan.

“Sepertinya telah lama tak ditinggali, tapi bagaimana bisa lampu itu terus menyala?” gumam Sehun menunjuk kearah datangnya cahaya.

“Oppa, jangan menakutiku!” Seulri kembali menjerit.

Mereka pun naik, melewati anak tangga menuju pintu masuk. Belum mengetuk, pintu itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Benar-benar menakutkan. “Oppa!” jerit Seulri ketiga kalinya.

“Inilah yang tak ku suka, berhentilah menjerit!” bentak Luhan, Seulri mempererat pelukannya.

Mereka masuk melewati pintu masuk dengan langkah yang berhati-hati, selangkah demi selangkah. Mereka kini tepat di ruang tengah rumah itu, tiba-tiba pintu tertutup dengan sendirinya meninggalkan suara hempasan pintu yang sangat nyaring.

“Omo… apa itu?” Sehun dan Luhan kembali panic.

“Duduklah!” seru Luhan menyuruh Seulri duduk di sofa ruang tengah rumah itu.

“Aku akan memeriksa bagian belakang, kalian tetaplah disini!” ucap Sehun melangkah meniggalkan mereka.

“Seulri-ah, aku ingin buang air kecil, kau tunggu di sini ya!” Luhan juga ikut meninggalkan Seulri sendiri di ruang tengah. Seulri terus menatap langit-langit ruangan itu, dia ketakutan. Dia terus membungkukkan tubuhnya dan memeluk pergelangan kakinya.

Luhan masih berada di dalam toilet, yang berada di ujung ruangan yang ada di lantai bawah. Dia memandangi sekelilingnya, bulu kuduknya kini sudah ikut terbangun di ikuti rasa takutnya yang semakin membludak.

“Oppa. . .” tiba-tiba teriakan keras Seulri terdengar. Dengan cepat Luhan berlari kearah ruang tengah, dia takut terjadi sesuatu dengan Seulri.

Setibanya disana, Seulri masih terlihat ketakutan. “Apa yang terjadi?” tanya Luhan dengan napas yang sudah terengah-engah.

“Waeyo oppa? Apa yang terjadi?” bukannya menjawab Seulri justru berbalik bertanya. Luhan menggaruk kepalanya pelan, ia bingung. Suara siapa yang ia dengar tadi?

Tak lama Sehun datang dengan napas yang juga terengah-engah. “Heh, heh, heh, apa yang terjadi?”

“Ada apa dengan kalian? Apa yang terjadi?” Seulri ikut bingung dengan apa yang kedua namja itu lakukan.

“Tadi, aku mendengar suaramu berteriak ‘OPPA’! itu terdengar seperti suaramu!” timpal Sehun mencoba mengatur napasnya.

“Kau juga mendengarnya?” tanya Luhan di ikuti anggukan dari Sehun.

“Aku tak berteriak, aku dari tadi berdiam diri disini,” terang Seulri.

“Ini aneh!” gumam Luhan memeluk adik tersayangnya itu.

Sudah larut malam, mereka mencoba untuk memejamkan mata mereka kali ini. meski susah, mereka tetap bisa memjamkannya. Seulri tidur diatas sofa sedangkan Luhan dan Sehun tidur bersampingan di lantai, karena disana hanya ada satu sofa. Semakin larut, malam pun semakin terasa dingin, Luhan sering kali mendengus kedinginan. Dan Sehun siap sedia memberikan pelukannya untuk Luhan.

.

.

.

.

Sepertinya waktu pagi telah tiba, Luhan bangun lebih dulu dari Sehun. Dia terduduk untuk sesaat dan mulai mengusap kedua matanya, penglihatannya tampak buram. Dengan mata yang masih sayup dan sembab itu, dia memandangi sofa tempat Seulri berbaring. Di penglihatannya, tak ada siapapun di sofa itu.

Luhan panik dan mulai mengusap matanya lebih kasar. Dia melototi tempat itu, benar saja memang tak ada siapapun yang ada di sofa itu. “Sehun-ah… Sehun-ah!” panggilnya, dia berusaha membangunkan Sehun yang masih tertidur pulas.

“Sehun-ah… Seulri menghilang!” gumam Luhan dengan suara yang ikut bergetar.

Sehun terduduk kaget, “Mwo? Seulri tak ada?” Sehun melihat kanan kirinya, depan belakangnya. Memang tak Seulri di pandangannya.

Dengan serentak mereka berdiri bersamaan, mereka melihat cairan merah dihadapan mereka. Sontak, Luhan merasa khawatir dan merasa genting. “Sehun-ah, apa  ini?” Luhan menunjuk cairan merah yang ada tepat dibawah kakinya.

Sehun menyentuhnya, “Luhannie, ini darah!”

Kaki Luhan ikut bergetar diikuti keringat dingin yang sudah bercucuran keluar dari pelipisnya. “Darah? Darah siapa? Seulri, kau dimana?” teriak Luhan sekencang mungkin.

Sehun menggenggam tangan Luhan. “Lebih baik kita ikuti, dari mana asal darah ini. tetaplah disampingku, aku tak ingin terjadi sesuatu padamu!”

Luhan hanya menurut, bukan saatnya dia harus membantah perkataan Sehun dalam keadaan genting seperti ini. Dengan berhati-hati, mereka mengikuti arah darah itu berasal.

Langkah mereka terhenti didepan sebuah pintu yang begitu besar. Dengan berani Sehun telah memegangi ganggang pintu itu dan mulai membukanya. “Ya! Seulri…” teriak Luhan ketika pintu itu sudah terbuka lebar. Mayat adiknya kini sudah ada di depan matanya, tubuh Luhan seketika melemah. Terduduk lunglai di lantai, air mata nya pun sudah bercucuran keluar membanjiri wajahnya.

Sehun masih terdiam kaku melihat tubuh Seulri, yag sudah dipenuhi dengan darah merah yang terlihat masih segar. “Siapa yang berbuat seperti ini? bukannya disini tak ada orang?” dia celingukan melihat kanan kirinya, mengira ada yang sedang memerhatikannya.

Sehun kembali menenangkan Luhan yang benar-benar ketakutan saat ini, dengan membelakangi pintu besar itu, ia memeluk Luhan dan menyapu punggung Luhan. Tapi, apa yang terjadi? Tiba-tiba saja, Sehun terseret masuk kedalam pintu besar itu, Luhan masih berusaha menarik Sehun agar tak terseret semakin jauh. Entah makhluk apa yang kini menarik pergelangan kaki Sehun tapi itu sangat kuat.

“Luhannie… jebal,” jerit Sehun.

Semakin kuat Luhan menariknya, Sehun juga semakin meringis kesakitan. Pergelangan kaki nya seakan ingin terputus. “Sehun-ah… bertahanlah!” dengan sekuat tenaga Luhan masih terus memegangi tangan Sehun, meski harus melawan makhluk halus sekalipun dia tak ingin melepaskan tangannya saat ini.

Wajah mereka kini terlihat pucat, “Luhannie, aku tak tahan!” ucap Sehun dengan suara parau, dia melepas jemarinya satu persatu dari pegangan Luhan.

“Andwe.. andwe! Sehun-ah!” teriak Luhan di ikuti lambaian tangan dari Sehun memasuki pintu besar itu. tiba-tiba saja di balik pintu itu muncul lubang hitam mengerikan. Dan kemudian pintu itu tertutup dengan sendirinya.

“Sehun-ah… Seulri-ah!” Luhan berteriak sekencang-kencang nya, hingga suaranya pun seakan menghilang.

“Apa yang harus ku lakukan?” Luhan mencoba berpikir. Tak lama suara jeritan dan teriakan Sehun terdengar dari dalam sana –dibalik pintu besar itu-. pikiran Luhan melayang-layang, dan akhirnya dia jatuh pingsan.

.

.

.

.

Beberapa menit kemudian

Luhan POV

Aku terbangun, masih di depan pintu besar itu. Kaki ku kembali bergetar, aku mencoba berdiri. Teriakan Sehun dari dalam sana masih terdengar, “Luhannie” dia terus meneriakkan namaku. Aku masih berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi? Ini membingungkan bahkan sangat menakutkan.

Keringat dingin mulai bercucuran turun dari kepalaku hingga mengenai dada bidangku ini. aku masih berdiri di depan pintu besar itu aku tak ingin meninggalkannya, mengambil ancang-ancang untuk membukanya, aku ingin menyelamatkan Sehunku. Tapi, ketakutan ku terus membuat keberanianku naik turun. aku menarik napas ku panjang, bertekad untuk membukanya. Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan Sehun didalam sana, cukup aku kehilangan adikku, aku tak ingin kehilangan orang yang ku sayangi lagi.

Author POV

Ya, Luhan sudah mengambil ancang-ancang untuk membuka pintu itu. ketika pintu itu terbuka, lubang hitam itu kembali muncul. Bayangan Seulri dan Sehun ada dalam lubang hitam itu. mereka melambaikan tangan pada Luhan. Bahkan bayangan mereka pun mengajak Luhan agar ikut masuk kedalam lubang itu.

“Sehun-ah… Seulri-ah…!” gumam Luhan sudah tak sadarkan diri. Dia melangkah sedikit demi sedikit memasuki pintu itu.

“Untuk apa aku hidup tanpa kau Seulri, kaulah alasanku untuk hidup. Jika kau tak ada, aku pun harusnya tak ada didunia. Aku juga masih ingin bersama Sehun. Aku akan menyusul kalian!” benak Luhan, sudah memasuki pintu besar itu. Lubang hitam itu semakin terbuka lebar menyambut Luhan.

Akhirnya, Luhan pun menyusul Seulri dan Sehun. Ia menghilang di balik lubang hitam itu, dan pintu besar itu pun tertutup kembali. Terhempas begitu keras, dan menghilang seketika.

Kini nama mereka hanya tinggal hiasan di buku absen sekolah mereka. Setelah kejadian itu, mereka tak pernah kembali. Tak ada seorang pun yang tahu, kemana arah mereka pergi. Dan tak ada pula yang tahu, bagaimana bisa Seulri mati mengenaskan dengan darah yang mengalir disekujur tubuhnya..

-END-


Note :

Sorry, klo ceritanya agak aneh dan membingungkan. cuma itu yang ada dipikiranku soalnya. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar