“BLACK HOLE”
Author : Hyera Jung
Genre : Fantasy, death, etc.
Cast : Luhan, Sehun, and Seulri
Length : Oneshoot
Rated : T
-Review-
Cast POV
Ya, kini
kaki ku mulai bergetar di ikuti suara Sehun yang tiba-tiba terdengar di balik
pintu besar itu. apa yang terjadi? Ini sungguh menakutkan, keringat dingin
mulai bercucuran turun dari kepalaku hingga mengenai dada bidangku ini. aku
masih berdiri di depan pintu besar ini, mengambil ancang-ancang untuk
membukanya, aku ingin menyelamatkan Sehunku. Tapi, ketakutan ku terus membuat
keberanianku naik turun. aku menarik napas ku panjang, bertekad untuk membukanya.
Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan Sehun didalam sana, cukup aku kehilangan
adikku, aku tak ingin kehilangan orang yang ku sayangi lagi.
~Happy Reading~
Luhan POV
Aku hidup di keluarga yang sederhana, hidup
di lingkungan sederhana pula. Eomma telah meninggal dua tahun yang lalu,
meninggalkan aku dan adikku bersama appa. Aku bekerja paruh waktu di sebuah
caffe untuk mencukupi pembayaranku untuk kuliah. Sedangkan appa? Appa bekerja
di perusahaan swasta sebagai penjaga keamanan. Adikku pun masih bersekolah di
YN’sang High School dengan beasiswa.
Aku kuliah dari pagi hingga sore dan
sepulangnya aku langsung bekerja. Tak banyak waktu yang kubuang untuk sekedar
bermain-main diluar sana bersama teman sebaya ku. itu tak masalah bagiku, asal
kami masih bisa hidup dan makan setiap harinya.
“Oppa… apa kau masih lama?” Seulri sudah
mulai menanyaiku, dia satu-satunya adik yang ku miliki. tepat pukul 9 malam ia
akan menemuiku di tempatku bekerja dan menunggu ku hingga selesai. Dia sudah
terbiasa melakukan itu.
“Tak lama lagi, aku harus membereskan ini
dulu,” jawabku sambil membersihkan tumpukan piring-piring di atas meja.
“Mmm, Arrasseo!” dia mulai cemberut dengan menumpuhkan
dagunya di kedua tangannya. Benar-benar manis.
Seulri kelihatan lelah hingga ia tertidur
di tempat itu, tempat dia mana dia sering menungguku. Aku mulai
membangunkannya, “Seulri-ah, ireona!”
“Huwaa!” dia mendengus dengan merentangkan
kedua tangannya. Baru sebentar saja, matanya itu sudah sembab, terlihat semakin
sipit.
“Kalau begitu oppa akan menggendongmu!”
ucapku mulai merendahkan tubuhku agar dia segera naik.
“Ah, andwe! Aku tahu oppa lebih lelah dari
ku, kajja kita pulang,” gumamnya dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka. Dia
langsung menggandeng tanganku, meninggalkan caffe itu. “Hmm, anak ini!”
Author POV
Pagi ini Luhan sudah rapi dengan kemeja
yang berbalut sangat apik di tubuh nya yang bidang itu. kampusnya memang cukup
jauh dari rumahnya, dia berangkat lebih pagi agar ia tak terlambat dengan
berjalan kaki.
“Luhan-ssi!” panggil seseorang dari
belakang.
“Oh Sehun? Apa yang kau lakukan di daerah
sini?” tanya Luhan pada namja yang berada di dalam mobil mewah itu.
“Tadi, aku ada urusan. Baru saja
kuselesaikan. Apa kau akan ke kampus?” namja itu, Oh sehun, berbalik bertanya
pada Luhan. Luhan hanya menjawab dengan anggukan.
“Naiklah!” ajak Sehun. Dengan ragu-ragu,
Luhan pun masuk dan berangkat bersama Sehun.
Keduanya kelihatan canggung, karena memang
mereka tak terlalu dekat. “Kamsahabnida, Sehun-ssi!” ucap Luhan ketika mereka
sudah sampai.
Setelahnya, Luhan buru-buru masuk kelas dan
meninggalkan Sehun. Sehun termengangah karenanya. Sepertinya Sehun mencoba
mendekatinya.
Luhan POV
Entahlah, ini hanya perasaanku atau ia
memang terus mengikutiku beberapa hari ini. bahkan ketika aku bekerja pun, ia
menampakkan wujudnya di hadapanku, dengan muka polosnya itu. mungkin ia ingin
berteman denganku, itulah pikiranku.
“Oh Sehun!” panggilku padanya, aku
menghampirinya karena penasaran.
“Luhan-ah… kajja, duduklah,” serunya
padaku, aku pun duduk di hadapannya.
“Wae gerae?” ucapnya tak lama.
“Apa kau mencoba mengikutiku beberapa hari
ini?” tanya ku mengintrogasi nya, dia tersedak setelah mendengar pertanyaanku
barusan.
“Mwo? Kau terlalu percaya diri Xi Luhan,”
gumamnya menyapu bahu ku, bahkan ia menertawakanku.
“Sepertinya aku terlalu percaya diri,
baiklah hanya itu yang ingin ku tanyakan,” aku beranjak dari tempat dimana aku
duduk, dan kembali bekerja.
Aku hanya bisa mengomel dan menyesal karena
telah menanyakan hal itu padanya. “Apa aku salah?”
.
.
.
.
Luhan POV
Untuk beberapa hari ini caffe sedang ramai
pengunjung, dan selama itu juga aku tak masuk kuliah. Namun, para dosen yang mengajari
ku mengerti keadaan ku dan memakluminya.
“Oppa, apa kau sibuk?” Seulri kembali
menggangguku.
“Wae?” tanya ku pendek, “Anak ini, apa dia tak bisa melihatku yang
sedang kesusahan” keluhku.
“Apa oppa bisa membantuku? Pr ku sangat
susah, oppa, jebal!” pinta nya, dengan memasang tampang ???
“Biar aku saja yang mengerjakannya!” ucap
seseorang, yang berdiri tepat di belakang Seulri.
“Eoh? Sehun-ah!” mata ku kini membulat
memandanginya, tak menyangka. O_O
“Akhirnya kau memanggil nama ku seperti
itu, ‘Sehun-ah’ itu terdengar sangat manis,” ucap namja tinggi itu, benar-benar
aneh.
“Apa oppa benar-benar akan membantuku?”
tanya Seulri padanya, sembari terus memandangi namja berkulit putih itu,
terpukau.
“Mm, tentu saja. Biar aku yang mengerjakannya,
Luhan sedang sibuk.”
Ini cukup membantu sehingga aku tak lagi
mendengar suara rengekan Seulri yang terus meminta bantuan ku. setelah beberapa
menit mereka mengerjakan soal itu, akhirnya Sehun selesai mengerjakannya.
“Wah, oppa, gomawo!” Seulri beranjak dari
tempat duduknya. “Ah, oppa! Kau benar-benar tampan, tapi kau juga terlihat
cantik.”
Aku yang mendengar perkataan adikku itu
hanya bisa menggelengkan kepala, anak ini semakin bisa memuji orang yang layak
untuk di puji. “Luhan oppa, aku pulang dulu, nanti malam aku akan kembali,”
kata Seulri berpamitan.
Sedangkan Sehun, masih ada di tempat itu.
bahkan setelah satu jam aku menunggunya untuk pergi, ia belum juga beranjak
dari tempat itu. “Sepertinya kau sangat betah disini!” sahut ku.
“Tentu saja, aku senang melihatmu ketika
sedang bekerja,’’ ucapnya. Jujur, aku tak mengerti pikiran anak ini, dia terus
memperlakukanku seperti yeoja.
“Oh Sehun, apa kau sakit? Lebih baik kau
pulang dan beristirahat!” paksa ku.
“Duduklah, ada yang ingin ku bicarakan!”
kini nada bicara sehun lebih serius.
Aku pun duduk dan melipat kedua tanganku di
atas meja, “Mwo?”
“Aku ingin menjadi temanmu apa kau keberatan?”
tanya Sehun. Anak ini memang ajaib.
Aku terdiam dan seketika tertawa lepas
dihadapannya. “Aku sudah merasa ketakutan, aku kira kau akan bilang bahwa kau
menyukaiku karena kau seorang gay. Dan ternyata, kau hanya ingin bilang itu?
tentu saja aku tak keberatan, kita sudah menjadi teman sejak lama, oh sehun.”
Sehun terdiam, kemudian senyum nya kini terlihat.
Senyuman itu berbeda tak seperti biasanya. “Mm, baiklah… aku pulang! Kembalilah
bekerja, maaf telah mengganggumu.”
“Tak apa, hati-hatilah berkendara.” Aku
kembali kedalam dan mulai lagi membereskan piring-piring kotor yang sudah
memenuhi meja untuk para pelanggan.
.
.
.
.
.
Author POV
Luhan sudah kembali masuk kuliah, dia
kembali seperti biasa. Tempat favoritnya pun selalu sama. Perpustakaan dan
taman belakang. Intinya tempat yang sepi dan nyaman. Tak banyak yang dekat
dengannya Karena dia terlalu sibuk membagi waktu antara pekerjaan dan
pendidikannya.
“Ternyata kau disini!” gumam Sehun yang
muncul dari belakang Luhan.
“Kau suka tempat yang sepi?” tanya Sehun
pada namja manis itu.
“Tentu, tempat sepi seperti ini membuatku
tenang dan lebih muda untuk belajar,” terang Luhan masih terus memandangi buku
tebal yang sejak tadi ada di genggamannya.
Sehun meraih buku itu agar perhatian Luhan
mengarah padanya, tapi itu justru membuat Luhan marah. “Kau sedang apa?
Kembalikan buku ku!”
Sudah 3 bulan mereka berteman, semenjak
Sehun meminta untuk menjadi teman Luhan. Waktu memang sangat cepat bergulir.
Sehun justru tak menghiraukan Luhan yang sudah memasang wajah masam. Dia
terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang mengganggu pikirannya.
“Luhanie…” panggilnya dengan suara yang
melemah.
“Wae, waeyo Sehun-ah!” sahut Luhan naik
darah.
“Apa yang kutakutkan akhirnya terjadi,”
gumam Sehun terus menatap Luhan dengan teduh.
“Maksud mu apa, aku tak mengerti. Jangan
berbelit-belit!” keluh Luhan membalas tatapan Sehun dengan sinis.
Tiba-tiba Sehun menarik tangan Luhan dan
meletakkan jemarinya di sela-sela jemari Luhan. “Ya… apa yang kau lakukan?”
berontak Luhan, tapi itu hanya sia-sia. Sehun semakin menggenggamnya dengan
erat.
“Aku pikir. . . aku menyukaimu, Luhannie!”
terang Sehun, lagi-lagi dengan tatapan teduhnya, yang bisa membuat seseorang
iba bahkan tak tega terhadapnya.
“Berhenti memanggilku seperti itu. aku
tahu, kau sedang bergurau, kau sedang mempermainkanku kan?” Luhan kembali memberontak
kini dengan tenaga lebih dari yang tadi.
Sehun berpikir sejenak, “Sepertinya dia tak menerimanya, apa aku
harus berpura-pura lagi?” batin Sehun.
Tak lama, dia kembali tersenyum. “Apa
begitu ketahuan jika aku sedang mempermainkanmu?” Sehun menyentuh dagu mulus
Luhan.
“Aigo, cara mu tak lucu. Berhenti
melakukannya, jika kau melakukannya lagi…” ucapan Luhan terputus begitu saja.
“Jika aku melakukannya lagi kenapa? Apa ada
yang salah?”
“Tentu saja salah, kau seorang namja begitu
juga denganku. Kemana pikiran jernih mu Oh Sehun?”
“Tapi menurutku kau seorang yeoja, Luhan…”
kekeh Sehun, membuat mata Luhan seakan ingin meloncat keluar karena tak tahan
akan sikap Sehun.
“Mwo? Yeoja?” suara Luhan menggelegar di
taman belakang sekolah yang sudah sepi itu.
Sehun mengangguk menahan tawa, yang sudah menggelitik perutnya. “Mianhae. .
. aku hanya bergurau. Apa kau tak akan pulang? Kau tak bekerja?”
“Aku sedang libur. Wae?” Luhan berbalik
bertanya.
Sehun menariknya keluar, menuju parkiran
dimana ia memarkir mobil mewah nya itu. “Tunggu disini, aku akan kembali. Tak
lama, arrasseo?” ucap Sehun tergesa-gesa.
“Mm, cepatlah kembali jika tidak aku akan
pergi.” Mobil Sehun pun melesat dengan kencang melewati gerbang kampus mereka.
.
.
.
.
.
Beberapa menit kemudian…
Sehun kembali dengan beberapa barang di
dalam mobilnya. “Itu semua apa?” tanya Luhan tak mengerti.
“Ini. . . perlengkapan kita!” ucap Sehun
singkat.
“Aku masih belum mengerti.”
Sehun hanya tersenyum melihat Luhan dengan
wajah polosnya itu, bahkan Luhan tak curiga sedikitpun terhadap Sehun. Mereka
hanya saling berdiam diri, sesekali Luhan memutar music tapi Sehun selalu
mematikannya.
“Sepertinya ada yang tak beres!” benak
Luhan sembari menatap kursi belakang beberapa kali.
Sehun yang menyadari keresahan Luhan pun
mencoba menenangkannya, “Tak ada yang perlu kau khawatirkan Luhan-ah!”
“Firasatku akan terjadi sesuatu, entah ini
pertanda apa. Tapi aku takut!”
Luhan masih menatap kursi belakang, dia pun
mencoba memeriksa apa yang Sehun simpan dibalik selimut itu?
“Apa yang ingin kau lakukan Luhan?” Sehun
mulai khawatir.
“Aku penasaran, apa yang ada di balik
selimut ini?” Luhan sudah memegangi selimut itu, dia mulai mengambil
ancang-ancang untuk menariknya. Dan. . .
“Seulri-ah. . .” teriak Luhan dengan mata
yang kembali membulat. O_o
“Op…pa… Annyeong!” sapa Seulri dengan suara
melemah. Dia tahu, ia akan kena omel dari kakaknya itu.
Namun, apa yang dilakukan Luhan? Dia hanya
diam dan tak bicara sepatah katapun. “Apa kau marah? Ini salah ku, seharusnya
aku melarangnya untuk ikut,” kata Sehun menyesal.
Luhan masih berdiam diri dia hanya memandangi
pohon-pohon yang terus berlewatan di tepi jalan. Pohon-pohon yang rimbun ini,
membuat jalan menjadi gelap. Di dalam mobil pun tak ada kehidupan. Ketiga orang
itu masih saling berdiam diri kaku.
“Oppa… mianhae!” gumam Seulri di balik
selimut yang menutupi seluruh badannya itu.
“Tunggu! Sehun-ah, kau akan membawa kami
kemana?” tanya Luhan menatap Sehun dengan terus menggigit bibir bawahnya.
“Apa kita tak tersesat?” tanya nya lagi.
Sehun memandangi sekelilingnya, tampak sepi, kelihatan seperti hutan tua yang
tak pernah di lewati sebelumnya.
“Eotteohke haneun goya?” Sehun panic, dia turun
dan kembali memerhatikan sekelilingnya.
“Wae oppa?” Seulri yang baru menyadarinya
ikut khawatir.
“Tak apa, tetaplah didalam, arrasseo!”
Luhan ikut turun dari mobil. “Aku belum pernah melihat hutan ini.”
“Mm, aku juga belum pernah melihat hutan
ini. apa aku salah jalan? Tapi, kurasa ini sudah benar, aku tak mungkin salah
jalan untuk membawamu ke vila keluarga ku.”
“Apa kita harus melanjutkan perjalanan atau
mencari penginapan di dekat sini?”
“Penginapan? Apa kau yakin di tempat gelap
seperti ini ada penginapan?” gumam sehun melongo seperti orang tolol.
“Seperti nya ada, didalam sana terlihat cahaya
lampu. Mungkin disana ada penduduk?” ucap Luhan menunjuk kearah dalam hutan
yang memang terlihat ada cahaya lampu disana.
“Baiklah, lebih baik kita kesana.”
Mereka pun pergi ke dalam hutan mengarah
pada cahaya lampu yang mereka lihat, dengan membawa perlengkapan seadanya.
“Oppa… aku takut!” jerit Seulri terus memeluk Luhan.
“Tenanglah! Kau juga, kenapa kau harus ikut
bersama Sehun. Jika terjadi sesuatu bagaimana?” omelan Luhan kembali terdengar.
Sehun memimpin jalan, ia berjalan di depan
Luhan dan Seulri. “Apa masih jauh?” tanya Seulri.
“Sepetinya tak jauh lagi!” jawab Sehun
terus memerhatikan langkahnya.
Cahaya lampu itu semakin dekat, benar saja,
di tengah hutan yang gelap itu terdapat rumah besar dan kelihatan tua. “Rumah
ini menakutkan!” gumam Luhan.
“Sepertinya telah lama tak ditinggali, tapi
bagaimana bisa lampu itu terus menyala?” gumam Sehun menunjuk kearah datangnya
cahaya.
“Oppa, jangan menakutiku!” Seulri kembali
menjerit.
Mereka pun naik, melewati anak tangga
menuju pintu masuk. Belum mengetuk, pintu itu tiba-tiba terbuka dengan
sendirinya. Benar-benar menakutkan. “Oppa!” jerit Seulri ketiga kalinya.
“Inilah yang tak ku suka, berhentilah
menjerit!” bentak Luhan, Seulri mempererat pelukannya.
Mereka masuk melewati pintu masuk dengan
langkah yang berhati-hati, selangkah demi selangkah. Mereka kini tepat di ruang
tengah rumah itu, tiba-tiba pintu tertutup dengan sendirinya meninggalkan suara
hempasan pintu yang sangat nyaring.
“Omo… apa itu?” Sehun dan Luhan kembali
panic.
“Duduklah!” seru Luhan menyuruh Seulri
duduk di sofa ruang tengah rumah itu.
“Aku akan memeriksa bagian belakang, kalian
tetaplah disini!” ucap Sehun melangkah meniggalkan mereka.
“Seulri-ah, aku ingin buang air kecil, kau
tunggu di sini ya!” Luhan juga ikut meninggalkan Seulri sendiri di ruang
tengah. Seulri terus menatap langit-langit ruangan itu, dia ketakutan. Dia
terus membungkukkan tubuhnya dan memeluk pergelangan kakinya.
Luhan masih berada di dalam toilet, yang
berada di ujung ruangan yang ada di lantai bawah. Dia memandangi sekelilingnya,
bulu kuduknya kini sudah ikut terbangun di ikuti rasa takutnya yang semakin
membludak.
“Oppa. . .” tiba-tiba teriakan keras Seulri
terdengar. Dengan cepat Luhan berlari kearah ruang tengah, dia takut terjadi
sesuatu dengan Seulri.
Setibanya disana, Seulri masih terlihat
ketakutan. “Apa yang terjadi?” tanya Luhan dengan napas yang sudah
terengah-engah.
“Waeyo oppa? Apa yang terjadi?” bukannya
menjawab Seulri justru berbalik bertanya. Luhan menggaruk kepalanya pelan, ia
bingung. Suara siapa yang ia dengar tadi?
Tak lama Sehun datang dengan napas yang
juga terengah-engah. “Heh, heh, heh, apa yang terjadi?”
“Ada apa dengan kalian? Apa yang terjadi?”
Seulri ikut bingung dengan apa yang kedua namja itu lakukan.
“Tadi, aku mendengar suaramu berteriak
‘OPPA’! itu terdengar seperti suaramu!” timpal Sehun mencoba mengatur napasnya.
“Kau juga mendengarnya?” tanya Luhan di
ikuti anggukan dari Sehun.
“Aku tak berteriak, aku dari tadi berdiam
diri disini,” terang Seulri.
“Ini aneh!” gumam Luhan memeluk adik
tersayangnya itu.
Sudah larut malam, mereka mencoba untuk
memejamkan mata mereka kali ini. meski susah, mereka tetap bisa memjamkannya.
Seulri tidur diatas sofa sedangkan Luhan dan Sehun tidur bersampingan di
lantai, karena disana hanya ada satu sofa. Semakin larut, malam pun semakin
terasa dingin, Luhan sering kali mendengus kedinginan. Dan Sehun siap sedia
memberikan pelukannya untuk Luhan.
.
.
.
.
Sepertinya waktu pagi telah tiba, Luhan
bangun lebih dulu dari Sehun. Dia terduduk untuk sesaat dan mulai mengusap
kedua matanya, penglihatannya tampak buram. Dengan mata yang masih sayup dan
sembab itu, dia memandangi sofa tempat Seulri berbaring. Di penglihatannya, tak
ada siapapun di sofa itu.
Luhan panik dan mulai mengusap matanya
lebih kasar. Dia melototi tempat itu, benar saja memang tak ada siapapun yang
ada di sofa itu. “Sehun-ah… Sehun-ah!” panggilnya, dia berusaha membangunkan
Sehun yang masih tertidur pulas.
“Sehun-ah… Seulri menghilang!” gumam Luhan
dengan suara yang ikut bergetar.
Sehun terduduk kaget, “Mwo? Seulri tak
ada?” Sehun melihat kanan kirinya, depan belakangnya. Memang tak Seulri di pandangannya.
Dengan serentak mereka berdiri bersamaan,
mereka melihat cairan merah dihadapan mereka. Sontak, Luhan merasa khawatir dan
merasa genting. “Sehun-ah, apa ini?”
Luhan menunjuk cairan merah yang ada tepat dibawah kakinya.
Sehun menyentuhnya, “Luhannie, ini darah!”
Kaki Luhan ikut bergetar diikuti keringat
dingin yang sudah bercucuran keluar dari pelipisnya. “Darah? Darah siapa?
Seulri, kau dimana?” teriak Luhan sekencang mungkin.
Sehun menggenggam tangan Luhan. “Lebih baik
kita ikuti, dari mana asal darah ini. tetaplah disampingku, aku tak ingin
terjadi sesuatu padamu!”
Luhan hanya menurut, bukan saatnya dia
harus membantah perkataan Sehun dalam keadaan genting seperti ini. Dengan
berhati-hati, mereka mengikuti arah darah itu berasal.
Langkah mereka terhenti didepan sebuah
pintu yang begitu besar. Dengan berani Sehun telah memegangi ganggang pintu itu
dan mulai membukanya. “Ya! Seulri…” teriak Luhan ketika pintu itu sudah terbuka
lebar. Mayat adiknya kini sudah ada di depan matanya, tubuh Luhan seketika
melemah. Terduduk lunglai di lantai, air mata nya pun sudah bercucuran keluar
membanjiri wajahnya.
Sehun masih terdiam kaku melihat tubuh
Seulri, yag sudah dipenuhi dengan darah merah yang terlihat masih segar. “Siapa
yang berbuat seperti ini? bukannya disini tak ada orang?” dia celingukan
melihat kanan kirinya, mengira ada yang sedang memerhatikannya.
Sehun kembali menenangkan Luhan yang
benar-benar ketakutan saat ini, dengan membelakangi pintu besar itu, ia memeluk
Luhan dan menyapu punggung Luhan. Tapi, apa yang terjadi? Tiba-tiba saja, Sehun
terseret masuk kedalam pintu besar itu, Luhan masih berusaha menarik Sehun agar
tak terseret semakin jauh. Entah makhluk apa yang kini menarik pergelangan kaki
Sehun tapi itu sangat kuat.
“Luhannie… jebal,” jerit Sehun.
Semakin kuat Luhan menariknya, Sehun juga
semakin meringis kesakitan. Pergelangan kaki nya seakan ingin terputus.
“Sehun-ah… bertahanlah!” dengan sekuat tenaga Luhan masih terus memegangi
tangan Sehun, meski harus melawan makhluk halus sekalipun dia tak ingin
melepaskan tangannya saat ini.
Wajah mereka kini terlihat pucat,
“Luhannie, aku tak tahan!” ucap Sehun dengan suara parau, dia melepas jemarinya
satu persatu dari pegangan Luhan.
“Andwe.. andwe! Sehun-ah!” teriak Luhan di ikuti
lambaian tangan dari Sehun memasuki pintu besar itu. tiba-tiba saja di balik
pintu itu muncul lubang hitam mengerikan. Dan kemudian pintu itu tertutup
dengan sendirinya.
“Sehun-ah… Seulri-ah!” Luhan berteriak
sekencang-kencang nya, hingga suaranya pun seakan menghilang.
“Apa yang harus ku lakukan?” Luhan mencoba
berpikir. Tak lama suara jeritan dan teriakan Sehun terdengar dari dalam sana
–dibalik pintu besar itu-. pikiran Luhan melayang-layang, dan akhirnya dia
jatuh pingsan.
.
.
.
.
Beberapa menit kemudian
Luhan POV
Aku terbangun, masih di depan pintu besar
itu. Kaki ku kembali bergetar, aku mencoba berdiri. Teriakan Sehun dari dalam
sana masih terdengar, “Luhannie” dia terus meneriakkan namaku. Aku masih
berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi? Ini membingungkan bahkan sangat
menakutkan.
Keringat dingin mulai bercucuran turun dari
kepalaku hingga mengenai dada bidangku ini. aku masih berdiri di depan pintu
besar itu aku tak ingin meninggalkannya, mengambil ancang-ancang untuk
membukanya, aku ingin menyelamatkan Sehunku. Tapi, ketakutan ku terus membuat
keberanianku naik turun. aku menarik napas ku panjang, bertekad untuk
membukanya. Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan Sehun didalam sana, cukup aku
kehilangan adikku, aku tak ingin kehilangan orang yang ku sayangi lagi.
Author POV
Ya, Luhan sudah mengambil ancang-ancang
untuk membuka pintu itu. ketika pintu itu terbuka, lubang hitam itu kembali
muncul. Bayangan Seulri dan Sehun ada dalam lubang hitam itu. mereka
melambaikan tangan pada Luhan. Bahkan bayangan mereka pun mengajak Luhan agar
ikut masuk kedalam lubang itu.
“Sehun-ah… Seulri-ah…!” gumam Luhan sudah
tak sadarkan diri. Dia melangkah sedikit demi sedikit memasuki pintu itu.
“Untuk apa aku hidup tanpa kau Seulri,
kaulah alasanku untuk hidup. Jika kau tak ada, aku pun harusnya tak ada
didunia. Aku juga masih ingin bersama Sehun. Aku akan menyusul kalian!” benak
Luhan, sudah memasuki pintu besar itu. Lubang hitam itu semakin terbuka lebar
menyambut Luhan.
Akhirnya, Luhan pun menyusul Seulri dan
Sehun. Ia menghilang di balik lubang hitam itu, dan pintu besar itu pun
tertutup kembali. Terhempas begitu keras, dan menghilang seketika.
Kini nama mereka hanya tinggal hiasan di
buku absen sekolah mereka. Setelah kejadian itu, mereka tak pernah kembali. Tak
ada seorang pun yang tahu, kemana arah mereka pergi. Dan tak ada pula yang
tahu, bagaimana bisa Seulri mati mengenaskan dengan darah yang mengalir
disekujur tubuhnya..
-END-
Note :
Sorry, klo ceritanya agak aneh dan membingungkan. cuma itu yang ada dipikiranku soalnya. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar