23 Mei 2003
Saat
itu aku baru saja kehilangan kedua orang tua ku, karena tak tahu harus tinggal
dimana aku pun di bawa oleh seorang polisi ke sebuah panti asuhan di kotaku.
Ketika itu aku masih berusia hampir 13 tahun, diri ini seakan ingin ikut mati
bersama orang tua ku yang sangat menyayangiku dan sekarang mereka telah tiada,
meninggalkan ku sendiri bersama orang-orang asing yang tak pernah aku temui
sebelumnya. Namaku Yoo Si kyung, setelah 2 minggu aku tak juga memiliki teman
di panti asuhan ini dan ini membuatku sangat menderita seakan tak ada seorang
pun yang perduli padaku.
Sungguh
kehidupan ini tak pernah terpikir oleh ku akan terjadi. Sambil duduk di sebuah
ayunan aku bergumam, “Kenapa harus aku yang mengalami ini?”
“Hallo,
apa aku boleh bermain disini?” ucap anak perempuan yag sepertinya seumuran
dengan ku.
Dengan
ragu aku menjawab, “Apa? Oh, boleh.”
“Kamu
sejak kapan disini?” ucapnya mengajakku berbicara.
“Hah,
kurang lebih 2 minggu. Kamu sendiri?”
Dia
menjawab ku dengan ramah, “Aku baru saja sampai, kemarin Ayah ku meninggal oleh
karena itu aku dikirim kesini oleh paman ku.”
“Paman
mu? Kenapa kamu tak tinggal bersama nya?”
“Entahlah,
mungkin dia tak ingin repot, aku pun tak ingin merepotkannya,” ucapnya.
Aku
sedikit bingung dengan dirinya yang tak begitu sedih setelah kehilangan
Ayahnya, “Oh iya, Ibu mu sendiri kemana?”
“Hm,
Ibu ku sudah lebih dulu meninggal karena sakit,” katanya.
“Maaf
aku tak bermaksud untuk mengungkitnya,” ucapku merasa menyesal.
Namun,
dia menjawab dengan tenang, “Ahk, tak apa aku sudah biasa hidup seperti ini.
Kau tahu, sebulan setelah Ibu ku meninggal aku dan Ayah hanya hidup berdua dan
pindah ke Jepang. Saat di Jepang pun aku tak begitu bisa bergaul dengan
anak-anak di sana, anak-anak disana sangat menyebalkan aku tak menyukai
mereka..”
“Ahk,
sudahlah kamu tak perlu menceritakan semua itu kepadaku aku tak mengenalmu,”
jawabku dengan ketus membuatnya sedikit tercengang. Aku pun langsung berlari
masuk ke panti asuhan, dan tak sengaja bertemu dengan Bu Eun hwan yang sedikit
baik terhadapku.
“Si
kyung, ada apa?” tanya nya padaku, namun aku tak menghiraukannya dan langsung
masuk ke kamarku.
“Kenapa
anak itu? Dia sungguh aneh, aku saja tak mengenalnya. Dasarr!” gumamku sambil
memandangi foto Ayah dan Ibu yang tertata rapi di kamar ku.
Dikamar
ini tidak hanya aku yang menempatinya, tapi ada Hyun joon dan juga tae shik
yang sekamar dengan ku. Meskipun begitu, aku tak pernah akrab dengan mereka,
terkadang kami hanya menyapa satu sama lain dengan sapaan biasa seperti
“Selamat pagi”, “Hai”, benar-benar canggung.
Saat
pagi, Bu Eun Hwan memanggilku ke ruangan nya. Entahlah, dia mau membicarakan
soal apa. Karena selama aku disini aku belum pernah membuat kesalahan apa pun
ataupun melanggar peraturan panti asuhan ini. “Si Kyung, kamu di panggil Bu Eun
Hwan di kantornya,” ucap Tae shik.
“Benarkah,
ada masalah apa?” jawabku.
“Kami
juga tak tahu, lebih baik kamu segera kesana!” kata Hyun Joon.
“Baiklah,
kalau begitu terima kasih,” ucapku pada mereka berdua.
Kau
tau mengapa Bu Eun Hwan memanggilku? Hm, benar-benar. . . dia hanya menyuruh ku
menjadi teman baik Hae Jin. Yah, dia adalah anak perempuan yang mencoba
berbicara dengan ku kemarin. Sebenarnya, aku senang dia ada disini karena apa
yang menimpanya sama dengan apa yang menimpaku tapi. . .
“Kak
Si kyung,” ucapnya.
Aku
sedikit kaget dia memanggilku kakak, “Kakak, apa kamu nggak salah?”
“Apa
yang salah, apa aku terlihat lebih tua darimu?” ucap Hae jin.
“Ahk,
tidak juga tapi aku tak terbiasa di panggil seperti itu,” ucapku dengan wajah
tak biasanya.
“Benarkah,
bagus kalau begitu jadi hanya aku Hae jin yang slalu memanggilmu kakak,”
ucapnya sambil menebarkan senyum bahagianya.
“Sudahlah,
berbicara dengan mu hanya membuang-buang waktu,” jawabku.
“Kakak,
bicara mu sudah seperti orang dewasa kan
umurmu masih 10 tahun,” tuturnya.
“Yang
benar saja, kamu membuatku pusing. Lebih baik aku ke belakang saja,” ucapku
meninggalkannya.
Namun,
dia tak berhenti mengangguku dia terus mengikutiku, “Kakak, tunggu aku.”
Aku
pun menjawab dengan suara keras, “Aku bukan kakak mu.”
Tetapi,
dia terus saja mengikutiku dan berkata, “Apa kau tak menyukaiku? Aku kan
cantik.”
Aku
pun menghentikan langkahku dan menoleh kearahnya sambil berkata, “Yah, kamu
memang cantik aku tahu itu, tapi apa kamu sadar kita ini masih kecil..”
“Justru
itu, seharusnya kita bisa saling membantu satu sama lain karena kita hanya
sendiri,” ucapnya.
“Saling
membantu? Apa bisa kamu membantu ku saat aku kesulitan, aku tak yakin,” ucap ku
dengan dinginnya.
“Baiklah,
sepertinya kamu tak ingin di ganggu, kalau begitu aku pergi saja,” jawabnya
melahkah pergi.
Aku
hanya bisa menundukkan kepala karena merasa bersalah padanya, “Terima kasih,
tapi aku betul-betul tak memerlukanmu.”
Sore yang
indah tapi, tetap saja aku masih tak bisa memikirkan apa yang akan terjadi saat
aku dewasa kelak. Hm, aku ingin menjadi seorang yang lebih ahli dan penting
bagi Negara ataupun seseorang di sekitarku. Kata Tae shik nanti malam ada
perayaan ulang tahun Joon so anak
pemilik panti asuhan ini, dia 4 tahun lebih tua dariku. Joon sebenarnya kakak
yang baik bagi setiap orang tapi, aku tak pernah menyukainya meskipun dia baik
terhadapku.
Hari
terus berlanjut, hari ini tanggal 9 Juni aku tak menyadari hal ini. Hari ini
aku berulang tahun yang berarti usia ku pas 13 tahun. Sewaktu Ayah dan Ibu
masih hidup, ulang tahunku selalu dirayakan dan mereka selalu memberi ku hadiah
yang sangat bagus dan istimewa. Kami termasuk keluarga yang cukup kaya di kota
ini, tapi semeninggalnya orang tua ku aku tak tahu menahu kemana semua harta
Ayah ku. Aku pun hanya bisa bersabar dan menunggu datangnya keajaiban secepat
mungkin, atau mungkin di hari ulang tahun ku ini aku akan menemukan keajaiban
itu?
Hari
ini aku hanya bermain ayunan sepanjang hari, aku tak ingin mengikuti pelajaran
hari ini, itu sangat membosankan. Aku juga berpikir tak akan ada yang tahu
kalau hari ini adalah hari ulang tahunku, maka dari itu aku tak mengharapkan
seseorang tiba-tiba datang memberiku kejutan dan membawakan ku sebuah pudding
kesukaan ku. Hm, hidupku sungguh menyedihkan. . .
“Selamat
ulang tahun, selamat ulang tahun. Kak Si kyung tersayang, selamat ulang tahun,”
Hae jin tiba-tiba datang dan menyanyikan lagu ulang tahun untukku.
“Hah?
Tahu dari mana hari ini aku ulang tahun?” tanyaku.
“Ahk,
itu tak penting. Nihc tiup lilin nya!” pintanya menyuruhku meniup lilin.
Tak
cukup itu, aku terus bertanya, “Hae Jin, kamu tahu dari mana ? bagaimana dengan
kue ini kamu membelinya?”
“Aku
akan memberitahu kakak, asal kakak tak akan memberitahu siapa pun,” jawabnya.
“Baiklah,
aku berjanji,” tuturku.
“Aku
mencari biodata kakak di dokumen Bu Eun hwan dan kue ini aku membelinya,”
ucapnya sambil tersenyum.
Aku
sedikit terkejut, “Kamu membelinya untukku?”
“Ya
iyalah, kalau aku beli ini untuk orang lain untuk apa aku kasih ke kakak,”
tuturnya dengan senyum manisnya.
“Benar-benar,
kamu sangat nakal dan mengejutkan.”
“Benarkah,
apa kakak terkejut. Wahh aku sangat senang.”
“Hae
Jin, kenapa kamu baik terhadapku padahal aku selalu kasar kepadamu?”
“Entahlah,
aku tak tahu, aku sendiri bingung kenapa aku selalu ingin mendekati kak Si
kyung.”
Tak
lama dia pun berbicara lagi, “Hah, jangan-jangan dewasa kelak kak Yoo si Kyung
dan aku Lee Hae jin akan berjodoh.”
“Apa?
Ingat kita masih berumur 13 tahun.”
“Iya
aku mengerti, apa mungkin karena kebanyakan nonton drama jadi aku ingin jalan
cerita hidupku sama persis dengan apa yang ada di drama itu yang berakhir Happy
Ending,” tuturnya panjang lebar.
“Mungkin
saja, menonton drama tak ada gunanya lebih baik belajar bermain music itu lebih
mengasyikkan,” ucapku sambil tersenyum.
Tiba-tiba
dia berteriak, “Yeh,, aku berhasill.”
“Berhasil
apa?” tanyaku dengan penuh kebingungan.
“Kakak
mau tau, aku berhasil membuat kakak tersenyum.”
Aku
pun menjawab sembari menarik napas, “Benar-benar, kalau kamu begini terus aku
akan meninggalkanmu sendiri.”
“Kenapa
begitu, kakak saja belum bilang terima kasih.”
“Baiklah, Terima kasih atas kejutan yang
menyenangkan ini.”
“Ok
tak masalah, kak tunggu sebentar aku akan menyimpan kue ini ke lemari es.”
“Ehk,
jangan! Jangan disimpan disana nanti anak-anak yang lain memakannya, aku tak
mau.”
“Kalau
begitu aku akan menaruhnya di kamarku saja,” diapun pergi membawa kue tadi, dan
tak lama kemudian dia menemuiku kembali.
“Hm..
Kak.”
“Apa?”
ucapku.
“Apa
kakak mau berjanji satu hal untukku?”
“Hae
jin, kamu betul-betul membuatku gerah, belum apa-apa sudah menyuruh ku berjanji
dua kali.”
“Ayolah,
cukup katakan “Iya, aku berjanji” apa itu sangat susah,” gumamnya.
“Baiklah,
karena hari ini aku merasa lebih baik aku akan berjanji.”
“Kakak
harus berjanji akan selalu menjaga ku dan terus bersamaku,” ucapnya yang
membuatku semakin terkejut dengan sifatnya.
“Apa?
Baiklah,” jawabku dengan penuh keraguan.
“Baiklah?
Baiklah apa?”
“Baiklah,
aku Yoo si kyung berjanji akan selalu menjaga dan terus bersama Lee hae jin.”
“Hmm,,
aku legah kakak telah berjanji jadi kakak tak boleh meninggalkanku sendiri
disini ataupun pergi tanpa memberitahuku.”
“Apa
segitu ketatnya? Baiklah sudah sore, ayo masuk Bu Eun hwan akan mencari kita,”
kataku mengajaknya masuk.
“Baiklah…”
Keesokan
hari nya, aku, Tae shik dan Hyun joon mendapat tugas dari pak Si woo untuk
berbelanja ke pasar. Untuk itu kami bertiga segera bersiap-siap, kami kesana
hanya jalan kaki karena pasar di sini lumayan dekat dari panti asuhan. Namun,
ketika kami akan pergi Hae jin memaksa ikut, aku tak ingin dia ikut karena
berbahaya dan terlebih lagi anak perempuan sering menyusahkan.
“Kakak,
tunggu aku! Aku ingin ikut,” ucap hae jin.
Tae shik
dan hyun joon yang mendengarnya terlihat kaget, “KAKAK?”
“Ahk,
hae jin kamu tak usah ikut, ini sangat melelahkan lebih baik kamu bermain sama
anak-anak yang lainnya!” pintaku menyuruhnya pergi.
“Tapi
aku lebih suka ke pasar,”ucapnya lagi yang membuatku semakin gerah.
“Hae
jin, Si kyung benar lebih baik kamu bermain bersama anak yang lainnya. Pak Si
woo sudah menugaskan mereka, dan hanya mereka saja,” ucap Bu Eun hwan yang
tiba-tiba datang.
Wajah
Hae jin pun seketika lesuh, “Baiklah, aku masuk.”
“Terima
kasih Bu Eun hwan,” kataku pada Bu Eun hwan.
“Ayo,
kita harus segera pergi nanti keburu siang,” ucap Tae shik yang terus
memandangiku dengan pandangan yang aneh.
Sepanjang
perjalanan aku hanya bisa diam dan terus memperhatikan langkahku. Sedangkan,
Tae shik dan Hyun joon terus memandangiku dengan wajah yang benar-benar aneh.
Aku yang melihatnya pun semakin kesal, “Hei, kalian berdua kenapa memandangiku
dengan wajah seperti itu, aku tak suka.”
Tae
shik pun menjawab, “Apa salah, kami hanya memandangimu.”
“Aku takut
nanti kalian berdua bisa menyukaiku, aku tahu aku sangat tampan dan
mengemaskan,” tuturku sambil tersenyum.
“Jadi
beginilah sifat aslimu? Benar-benar kekanak-kanakan,” ucap Hyun joon.
“Sudahlah,
kita berbelanja apa dulu?” tanyaku.
“Lobak,
gurita, yah pokok nya banyak, jadi kita lebih baik berpencar dan membagi tugas
untuk membeli ini semua,” ucap Hyun joon.
“Baiklah,
terserah mu saja,” ucapku.
“Kalau
begitu Si kyung, kamu lebih baik bersama ku karena aku tahu kamu belum mengenal
tempat ini,” ucap Tae shik.
“Ok,
aku kesana kalian kearah sana,” hyun joon pun menunjuk dua arah jalan yang
berbeda.
Kami
pun segera berbelanja sesuai dengan apa yang ada di catatan yang pak Si woo
berikan. Saat itu aku melihat sepasang cincin yang sangat lucu, aku pun
membelinya dan ingin memberikannya kepada Hae Jin. Entahlah, aku juga merasa
ingin selalu dekat dengannya sama seperti apa yang dia rasakan.
Setelah
semua telah di beli, kami pun segera pulang. Sesampainya dipanti asuhan, aku
segera berlari mencari Hae Jin. Tapi, saat diluar aku bertemu kembali dengan Bu
Eun Hwan, sepertinya aku akan berjodoh dengannya.
“Si
kyung, kamu mencari Hae Jin?”
Sambil
nyengir aku menjawab, “Iya Bu, apa Ibu tahu dia dimana?”
“Sepertinya
kamu sudah mulai dekat dengannya,” ucap Bu Eun Hwan.
“Ahk,
tak begitu dekat Bu, hanya saja dia baik denganku. Dia dimana ya Bu?”
“Oh,
dia ada di taman belakang bermain ayunan.”
“Baiklah,
aku permisi. Terima kasih.”
Aku pen segera menemui Hae jin dan akan
memberikan cincin ini padanya, pasti dia sangat senang. “Hae Jin, kau tahu aku
membawa apa?”
“Ahk,
kakak sudah pulang? Memang nya kakak bawa apa?” tanya Hae jin.
“Tunggu
dulu, aku juga punya sesuatu untuk kakak,” ucapnya lagi sambil mengeluarkan
sesuatu dari balik bungkusan yang ada di bawahnya.
“Apa
itu?”
“Taddaaahhh,,
ini hadiah untuk kakak kemarin aku tak sempat memberikannya.”
“Apa
ini?”
“Aduh,
apa kakak tak pernah melihat yang seperti ini, sebenarnya kakak dari planet
mana?”
Aku
pun menjawab, “Maaf, aku belum pernah melihat yang seperti itu, tapi sini deh.
Wah, ini lucu.”
“Iya
dong, ini sepasang jadi satu untuk kakak dan satu untukku.”
“Hm,,
ini untuk mu,” aku pun memberikan cincin yang ku beli tadi.
“Wah,
ini juga lucu, apa sepasang juga?”
“Iya,
ini juga sepasang jadi masing-masing dari kita bisa memilikinya. Tapi, maaf ini
memang sangat murah.”
“Ahk,
itu tak masalah yang penting kakak tulus memberikannya. Oh iya, kak Si kyung
pakaikan cincinnya ke jariku ya, aku mohon!”
“Baiklah,
sini aku pasangkan!”
Sejak
saat itu lah, aku dan juga Hae jin terus bersama, kami saling melindungi satu
sama lain, seperti apa yang pernah Hae jin bilang kepadaku. Meskipun aku tak
pernah merasakan memiliki adik, tapi saat bersamanya aku bisa merasakan itu
semua.
Kami
terus bersama hingga kami lulus dari bangku SMP berarti kurang lebih 2 tahun
kami telah bersama, melewati suka dan duka di dunia ini. Aku dan juga Hae jin
berencana masuk ke SMA yang sama dan Bu Eun hwan pun menyetujui nya dan dia
sangat mendukung kami. Namun, sesuatu terjadi yang membuat bayangan-bayangan
indah itupun sirna. Seseorang tiba-tiba datang ke panti asuhan, dan memintaku
untuk ikut bersama nya, tentu saja aku terkejut dan tak ingin ikut bersamanya.
“Si
kyung, ikutlah bersamaku!” ucapnya kepadaku.
“Aku
tak mau, aku tak kenal denganmu, apa harus aku ikut dengan mu?” tuturku dengan
wajah panic.
“Maaf,
Pak, lebih baik bapak masuk dulu dan membicarakannya baik-baik bersama Si
kyung!” ucap bu Eun hwan.
Paman
itupun segera masuk ke ruangan Bu Eun hwan begitu pula dengan ku yang
mengikutinya dari belakang. Tak lama kemudian, kami pun keluar. Ternyata, paman
itu adalah pengacara Ayahku, dia ke sini ingin menjemputku untuk ikut
dengannya. Tentu saja tak secepat itu aku akan ikut dengannya, aku pun meminta
agar Bu Eun hwan tak memberitahu Hae jin tentang masalah ini.
Keesokannya
pukul 7 pagi, aku, Hae jin, Hyun joon, dan Tae shik sedang lari pagi
mengelilingi persawahan yang tak jauh dari panti. Aku ingin menghabiskan
waktuku bersama mereka, bersenang-senang. Karena besok paman Seung woo akan
menjemputku, yah paman Seung woo adalah paman yang kemarin datang menemuiku.
Mau tak mau, aku harus ikut dengannya terkait dengan kematian ayah dan ibuku
tahun lalu.
“Si
kyung, apa hari ini begitu istimewa sampai kamu mengajak kami berlari pagi?”
ucap Tae shik.
“Tae
shik, kan berolahraga kaya gini itu baik, membuat kita sehat, benar kan kak?”
kata Hae jin.
“Kamu,
memanggil Si kyung dengan “kakak” sedangkan aku dan Tae shik hanya memanggil
dengan sebutan kamu, benar-benar tak adil,” tutur Hyun joon yang membuat aku
sedikit tak enak.
Melihat
mereka yang terus ribut aku pun berkata, “Ahk, kalian benar-benar aneh, kalian
ini sudah mengenal kami kurang lebih setahun, masa kalian masih tak suka Hae
jin memanggilku kakak.”
“Baiklah,
tapi aku senang melihat kita bisa seakrab ini, aku tak menyangkah,” ucap Hyun
joon.
“Heh,
apa lagi aku, aku benar-benar tak menyangkah,” sambung Tae shik.
Hae
jin pun tak tinggal diam, “Kakak, apa kak Si kyung tak merasa mereka seperti
saudara kembar yang tak pernah terpisahkan, aduh manisnya.”
“Iya,
tak pernah terpikir olehku,” ucapku dengan singkat, padat dan jelas.
“Aku
ingin bertanya, kalau nanti kalian terpisah karena salah satu dari kalian akan
di adopsi bagaimana?” tanya Hae jin kepada Tae shik dan Hyun joon yang
membuatku tersedak.
“Kak
Si kyung, baik-baik saja?” tanya Hae jin.
“Iya,
aku baik-baik saja.”
“Bagaimana
ya, tapi apa ada yang akan mengadopsi kita, kan kita sudah besar begini?” ucap
Tae shik.
“Yah,
pasti ada orang tua yang tak ingin repot mengurus anak kecil, makanya
mengadopsi anak yang sudah besar kaya kita gini,” kata Hae jin yang terus
memandangiku.
“Hae
jin, kamu kenapa terus memandangi ku dengan wajah seperti itu?” tanya ku sambil
memegang wajahnya.
“Nah,
kamu perlu tahu kalau Yoo Si kyung tak suka di pandangi dengan wajah seperti
itu, itu membuat nya takut,” pungkas Hyun joon.
“Takut?
Takut kenapa?” tanya Hae jin.
“Kamu
sungguh mau tahu?” ucap Hyun joon.
“Iya,
takut kenapa?”
“Kita
balapan, kalau kamu berhasil sampai duluan ke panti, aku akan memberitahu mu,”
ucap Hyun joon. mereka pun langsung berlari dengan kencangnya, meninggalkan aku
dan Tae shik.
“Kamu
tak ikutan?” tanya Tae shik padaku.
“Baiklah,
kita mulai 1, 2,. . . . 3!” aku pun langsung berlari.
Sesampainya
aku dan Tae shik disana, ternyata yang duluan sampai bukanlah Hyun joon tapi
Hae jin. Dan otomatis Hyun joon harus memberitahu Hae jin, aku sendiri pun tak
tahu kenapa?
“Hyun
joon, kamu payah sekali masa kalah dengan perempuan,” ucap Tae shik.
“Yah,
Hae jin ini bukan perempuan apa kamu tak tahu? Aku saja baru tahu,” tutur Hyun
joon.
“Benarkah,
kalau begitu kamu yang seorang perempuan. Sekarang beritahu aku!” pinta Hae
jin.
“Sudahlah,
lebih baik kita masuk dan mandi,” tuturku.
“Tak
apa, kamu mau tahu, kalau kamu memandanginya seperti tadi itu Si kyung takut,
nanti kamu akan menyukainya,” canda Hyun joon.
“Benarkah,
kak Si kyung apa itu benar,” tanya Hae jin padaku.
“Ahk,
kalian benar-benar. Tidak, itu tidak benar,” ucapku.
Tae
shik menarikku masuk, Hae jin dan Hyun joon pun ikut masuk. Bu Eun hwan,
berdiri di depan pintu kamar kami, sepertinya Bu Eun hwan memang menunggu ke
datangan kami. Dia menyuruhku keruangannya setelah mandi.
Hyun
joon yang sedang berpakaian bertanya padaku, “Si kyung, apa kamu ada masalah?
Bu Eun hwan sering memanggilmu ke kantornya.”
“Apa
kamu tak tahu, kalau Bu Eun hwan sangat menyukaiku,” canda ku sambil tersenyum.
“Benarkah,
kalau memang benar itu bisa saja terjadi habis kamu memang tampan,” ucap Tae
shik.
“Wow,
apa benar aku tampan? Terima kasih atas pujiannya,” ucapku.
“Yah
itu memang benar, aku saja bingung kenapa kamu bisa masuk panti asuhan ini?
Kamu itu cocoknya jadi anak orang kaya raya,” ungkap Hyun joon yang terus
berkaca.
“Ahk,
kalian sudahlah tak usah di ungkit-ungkit lagi. Bukannya kalian tahu aku ada
disini karena orang tua ku telah meninggal, kenapa masih bingung?” pungkas ku.
“Iya
memang, tapi masa gak ada keluarga dari orang tua mu yang merawatmu?” singgung
Tae shik.
“Ahk,
sudahlah aku tak ingin membicarakannya, aku keruangan Bu Eun hwan dulu,” ucapku
sambil melangkah pergi.
Ketika
aku ingin masuk, Bu Eun hwan langsung membukakan pintu ruangannya, sepertinya
dia telah menunggu kedatanganku. Tak perlu aku jelaskan apa yang Bu Eun hwan
katakan padaku, intinya dia hanya berharap setelah aku pergi, aku akan terus
menjadi anak yang rajin dan baik hati. Setelah itupun aku langsung berlari
menemui Hae jin, Hyun joon dan juga Tae shik yang telah menungguku di belakang
panti. Rencananya malam ini kami akan camping dan makan-makan, pasti sangat
menyenangkan. Tapi, karena sekarang masih siang, Hyun joon dan Tae shik harus
mengikuti pelajaran sehingga tinggal aku dan Hae jin.
“Kak
Si kyung, tak mengikuti kelas ya?” tanya Hae jin.
“Tidak,
kata Bu Eun hwan aku harus istirahat jadi gak usah ikut kelas,” ucapku,
berbohong padanya.
Hae
jin yang mendengar sepertinya khawatir, “Kakak sakit, sakit apa?? Apa
penyakitnya serius terus. . .” seketika aku langsung menutup mulutnya itu, dia
sangat cerewet.
“Aduh,,
kamu betul-betul cerewet. Aku tak sakit, aku juga tak tahu maksud Bu Eun hwan
itu apa,” tuturku.
“Benarkah,
aku tak yakin sepertinya kak Si kyung menyembunyikan sesuatu dariku,” ucapnya
sambil memandangi seperti Detektif Yoo
Tae-woong yang membawaku ke panti ini.
Dengan
sedikit deg-degan aku pun menjawab, “Kamu tak percaya dengan ku?”
“Ahk,
tentu saja aku percaya. Ayo, cepat dorong!” diapun menyuruhku mendorong
ayunannya.
“Dewasa
kelak, aku ingin kita bertemu disini, karena ini tempat kita berdua pertama
kali bertemu. Apa kakak ingat?” ucapnya lagi.
Aku
pun menjawab, “Yah, tentu saja aku mengingatnya. Ingatanku tidak begitu pendek,
kata-kata mu itu seperti akan berpisah denganku.”
“Hem,,
firasatku mengatakan itu, aku yakin kakak akan meninggalkanku. Kan kak Si kyung
sudah berjanji denganku,” ucapnya.
Aku
tak menanggapinya, karena aku sungguh bingung apa yang harus aku katakana
padanya. Menjelang sore, kami pun mulai memasang tenda dan mempersiapkan semua
kebutuhan camping nanti malam. Dan setelah selesai, acara makan-makan pun
dimulai, wahc sungguh menyenangkan.
“Tae
shik, kamu pernah bertemu dengan Yoon Eun-hye nona?” tanya Hyun joon pada Tae
shik.
“Tidak,
memangnya kenapa?”
“Dia
benar-benar cantik, cantikk sekali. Aku ingin punya istri seperti dia,” ucap
Hyun joon.
“Benarkah,
dia sangat cantik. Kalau aku ingin memiliki kekasih seperti Park min young,”
ucapku becanda.
“Tinggi
juga tipe mu, kalau aku tak perlu jauh-jauh aku ingin memiliki kekasih seperti
Lee Hae jin,” ucap Tae shik yang membuat hae jin tiba-tiba tersedak.
“Apa?
Oh, NO,” ucapnya.
“Kenapa,
apa sudah ada orang yang kamu sukai,” tanya Tae shik.
“Sudahlah,
jangan membuatnya malu seperti itu!” seru Hyun joon.
“Lagi
pula, aku hanya becanda. Mau tahu aku suka dengan siapa?” ucap Tae shik.
“Siapa?”
ucapku bersamaan dengan Hae jin.
“Ha
yoo-mi, aku menyukainya,” ucap Tae shik.
“Apa?
Ha yoo-mi, sekian banyaknya perempuan di panti ini, kenapa harus dia?” kata
Hyun joon.
“Tunggu,
jangan bilang kamu juga menyukainya?” tanya Hae jin.
Hyun
joon mengangguk mengiyakan. “Astaga, kenapa jadi begini?” ucap Tae shik.
“Tenang-tenang,
itu hanya sementara kita ini masih anak-anak. Jadi, masalah seperti ini jangan
di besar-besarkan,” ucapku mencoba menenangkan mereka.
“Nah,
kak Si kyun ada benarnya. Jangan sampai persahabatan kalian hancur ,” lanjut
Hae jin.
“Iya,
itu benar,” ucap Tae shik yang langsung memeluk Hyun joon.
“Uhh,
manisnya,” ucapku ingin memeluk Hae jin tapi, di hentikan oleh kedua orang itu.
Kami
terus mengobrol hingga larut malam, malam ini aku merasa sangat bahagia karena
memiliki mereka. Tapi, besok aku harus meninggalkan mereka pergi. Apa aku bisa
menemukan kawan-kawan seperti mereka yang selalu ada untukku, aku disini kurang
lebih setahun, mengapa harus secepat ini?
“Kak
Si kyung, kenapa diam saja?” ucap Hae jin yang terus melihat ku terdiam.
“Tidak,
aku baik-baik saja. Aku mau tanya satu hal, kalian pasti punya impian kan?”
tanya ku.
“Ya,
ada dong,” ucap mereka.
“Apa?”
kataku.
“Mulai
dari aku ya, impian ku sangat sederhana. Aku hanya ingin menjadi orang yang sangat
di senangi orang lain dan menjadi panutan mereka,” ucap Hyun joon.
“Itu
sepertinya sudah terwujud. Aku sangat senang menjadi temanmu, dan kalau boleh
jujur kamu sudah menjadi panutan buatku karena kamu bisa lebih baik dan adil
dari kami semua,” ucapku dengan jujur.
“Benarkah,
terima kasih,” ucapnya.
“Kalau
impianku, juga cukup sederhana. Aku ingin, dewasa kelak memiliki keluarga yang
harmonis dan bahagia selamanya. Bagaimana?” ucap Tae Shik.
Hae
jin pun menjawab, “Wah, itu bagus. Kalau impian ku, aku menginginkan semua
cita-cita ku terwujud. Dan orang yang ku sayang selalu bersamaku.”
Mendengar
semua impian mereka, aku pun langsung bertepuk tangan. “Impian kalian sangat
bagus dan begitu tinggi. Tapi, aku yakin itu semua bisa kalian gapai,” ucapku.
“Ehem,
ini sudah larut malam. Ayo kita tidur, besok akan jadi hari yang menyenangkan,”
timpalku.
Kami
pun langsung beristirahat, memejamkan mata ini dan menenangkan pikiranku yang
betul-betul membuatku pusing. Semoga besok memang akan menjadi hari yang menyenangkan
bagi kalian. Ke esokan harinya, aku bangun lebih awal dari yang lainnya, karena
aku tak ingin mereka tahu kalau aku akan pergi. Aku sudah menyiapkan hadiah
yang di dalamnya terdapat pesan berupa ucapan maaf dariku. Aku tak bisa,
berpamitan langsung dengan mereka, karena itu sangatlah berat.
Setelah
semua barang-barang telah ku bereskan, aku langsung berpamitan dengan Bu Eun
hwan dan juga pak Si woo yang telah menungguku di halaman depan. Paman Seung
woo telah menjemputku, tiba saatnya aku harus rela pergi meninggalkan tempat
ini.
Sejak
hari itu, aku tak pernah tahu bagaimana kabar Hae jin dan juga yang lainnya.
Apa mereka menerima hadiah yang telah aku berikan atau tidak. Aku mengikuti
home schooling, dan terus mengikuti kegiatan yang sebenarnya aku tak sukai.
Dengan umur yang masih belia, aku sudah di ajari bagaimana menangani dan
mengurus perusahaan yang nantinya akan menjadi tanggung jawabku.
3
bulan berlalu, aku menyempatkan waktuku untuk mampir ke panti asuhan Bu Eun
hwan. Tapi, kedatanganku sungguh sia-sia. Aku terlambat, yah aku telah
terlambat semuanya telah pergi.
“Maaf,
Si kyung. Hae jin sudah di adopsi, begitu pula dengan Hyun joon, Tae shik, dan
beberapa anak lainnya,” ucap Bu Eun hwan padaku.
“Benarkah,
sepertinya aku terlambat. Hae jin di adopsi oleh siapa?” tanyaku.
“Ini
rahasia, yang pasti dia di bawah ke New York. Setelah itu Ibu tak tahu kabar
Hae jin,” tuturnya.
“Bagaimana
dengan Hyun joon dan Tae shik, apa mereka masih di seoul?”
“Entahlah,
yang mengadopsi mereka memang orang korea tapi, ibu tidak tahu apa mereka di
bawah keluar negeri atau tidak,” ucapnya.
Aku
pun menarik napas panjang dan tertunduk lesuh, “Huh,, baiklah kalau begitu aku
permisi dulu, lain waktu aku akan kesini lagi.”
“Baiklah,
hati-hati,” ucap Bu Eun hwan yang mengantarku keluar.
Dan
sejak saat itu juga, aku tak pernah lagi mengunjungi panti asuhan itu. Aku
terus melanjutkan kehidupanku, berharap semua akan kembali seperti semula saat
waktunya tiba. Aku benar-benar merindukan Lee Hae jin, apa dia masih
mengingatku? Entahlah, aku berharap demikian, jangan sampai dia membenciku.
17
Juni 2012, sekarang usiaku menginjak 22 tahun, dan sekarang karier ku semakin
baik dan sukses. Aku semakin pandai menjalankan tugasku sebagai Komisaris
perusahaan Ayah ku. Dan yang harus kalian tahu, sampai detik ini pun aku tak
kunjung memiliki kekasih. Nah, apa kalian tahu dari dulu hingga sekarang hanya
satu wanita yang selalu ku cintai. Bisa di bilang, first love yang tak kunjung
ku dapatkan.
Esok
hari, aku akan kembali ke seoul setelah semua urusanku di NY selesai. Ketika
sampai nanti, aku benar-benar lelah aku ingin menghibur diri dengan
beristirahat dan berkeliling kota Seoul yang sudah ku tinggalkan selama 8
tahun. Dan sesampainya aku di sana, aku tak tinggal dirumah Ayahku karena jaraknya
dari kota lumayan jauh hingga aku pun menyewa apartement.
Hari
pertama kedatangan ku ke Seoul, aku pergi kepasar tradisional yang pernah aku
datang 9 tahun lalu bersama Hyun joon dan Tae shik. Yah, aku masih ingat
semuanya dengan jelas. Tak sengaja aku melihat sepasang cincin yang begitu
mirip dengan cincin yang pernah ku berikan ke Hae jin. Cincin itupun masih aku
simpan hingga sekarang, begitu juga dengan hadiah yang Hae jin berikan untukku.
Tak
sengaja aku bertemu dengan wanita yang begitu kesusahan dan akupun mencoba
menawarkan bantuan, “Mau ku bantu?”
Dia
pun menjawab, “Tak perlu, aku bisa melakukannya sendiri.”
“Tapi,
bawaanmu sangat banyak, apa tak kerepotan,” bujukku yang terus mengikutinya.
“Sudah
ku bilang tak perlu, untuk apa mengikutiku,” tuturnya.
“Baiklah,”
aku pun meninggalkannya dan berlalu pergi.
Sore
hari, aku pergi menuju panti asuhan. Ternyata semuanya telah banyak berbeda, Bu
Eun hwan tak lagi menjadi pengurus panti ini. Dan tataan halamannya pun telah
jauh berbeda, tapi posisi ayunan yang dulu masih sama.
“Sepertinya
ayunan ini semakin kecil, atau aku yang semakin dewasa?” tuturku sembari
mengayunkan ayunannya.
“Hae
jin, seandainya kamu sekarang ada disampingku.”
Waktu
berlalu dengan cepat, ku habiskan waktuku hanya untuk memajukan parusahaan
Ayah. Dan 1 bulan ini aku memiliki waktu untuk bebas dari semua kesibukanku
itu. Aku akan memanfaatkan waktu itu untuk mencari tahu keberadaan Hae jin yang
telah lama aku temui.
Aku
pun mencoba untuk pergi ke panti asuhan itu lagi. Sesampainya aku disana, aku
melihat seorang wanita yang bermain ayunan sama seperti Hae jin dulu. Aku pun
langsung menghampirinya.
“Hae
jin,” ucapku.
Dia
pun menoleh, “Ahk?”
“Maaf,
sepertinya aku salah, aku minta maaf,” tuturku.
“Tunggu,
sepertinya aku pernah melihat mu,” timpalnya sambil berpikir.
“Benarkah?
Dimana, aku tak ingat.”
“Oh
iya, aku ingat kita pernah bertemu di pasar sebulan yang lalu,” tuturnya.
“Ingatanmu
bagus sekali, yah sekarang aku ingat. Kamu yang ingin ku tolong tapi tak mau
kan?”
Dia
pun menjawab sambil tersenyum, “Iya, maaf.”
“Ahk,
tak apa.”
“Ada
urusan apa kamu kesini?” tanyanya.
“Aku
ingin bertemu pak Si woo, ada hal yang ingin aku tanyakan padanya. Oh iya, kamu
disini ngapain?”
“Sepertinya
pak Si woo sedang keluar kota, aku anak pemilik panti asuhan ini,” kataya.
“Benarkah,
bukannya anak pemilik panti ini bernama Kang Joon So,” tuturku.
“Iya,
dia kakakku. Bagaimana bisa kamu mengenalnya?”
“Dulu
aku anak panti asuhan ini, tapi aku tak pernah melihat adik Joon so.”
“Iya,
aku tinggal bersama ibuku di Jepang dan kak Joon so bersama Ayahku disini
mengurus perusahaan dan panti ini,” tuturnya.
“Oh
begitu, sepertinya sudah sore aku harus pergi,” ucapku.
“Tunggu
dulu, nama ku Kang Shin-Ae,” ucapnya.
“Namaku
Si kyung, Yoo Si kyung. Apa boleh aku meminta nomor ponsel mu, siapa tahu nanti
Pak Si woo datang jadi aku bisa bertanya padamu,” ucapku.
“Baiklah,
095733xxxxx.”
“Terima
kasih banyak,” ucapku berlalu meninggalkannya.
Esok
harinya aku berpikir, apa mungkin Lee Hae jin bersama Kang Joon so? Aku pun
segera menghubungi Shin-Ae untuk menanyakan hal tersebut. Diperjalanan aku
melihat seseorang yang mengingatkan ku dengan Hae jin, tapi tak mungkin wanita
itu sudah memiliki kekasih.
“Maaf,
telah menunggu lama,” ucapku ketika sampai .
“Tak
apa, ayo duduk!” serunya.
“Aku
mau nanya, Joon so ada di Seoul?” tanyaku.
“Ahk,
aku juga kurang tahu. Hubunganku dengannya tak begitu dekat,” tuturnya.
“Dia
ke New York bersama siapa?”
“Kalau
tak salah, dia bersama temannya yang berasal dari panti asuhan milik Ayahku.”
“Nah,
tidak salah lagi pasti dia,” ucapku.
“Dia,
dia siapa?” tanyanya.
“Temanku,
ayo makan!”
“Jadi
kamu Cuma mau menanya kan itu?”
“Iya,
memangnya apa lagi?” kataku.
“Ahk,
tidak aku Cuma sedikit bingung antara kamu dan kakakku,” ucapnya.
“Saat
ini aku sedang mencari sahabat ku, aku berpikir dia pergi bersama Joon so ke
New York,” ucapku.
“Benarkah?
Baiklah, kalau ada kabar tentang kakakku aku akan memberitahu mu. Aku harus
pergi sekarang,” tuturnya.
“Baiklah,
hati-hati !”
Setelah
itu aku pun segera pergi ke kantor, ada sedikit masalah yang terjadi dan itu
harus aku yang mengurusnya. Hingga sekarang aku masih tak bisa menemukan Hae
jin, apa mungkin takdir tak akan menemukan kami kembali?
Hari
terus berganti, hingga detik ini pun aku belum menemukan dimana Hae jin
sekarang. Hari ini aku dan Tae woo yang bekerja denganku akan meeting di salah
satu perusahaan, untuk menjalin kerja sama dengan mereka. Ketika ingin masuk,
aku tak sengaja bertabrakan dengan salah satu karyawan disana, itu hal yang
biasa terjadi kapanpun.
“Maaf,
aku tak berhati-hati,” ucapnya.
“Tak
apa,” kataku.
“Kom.Si
kyung, ayo masuk!” ucap Tae woo.
“Iya,
tunggu sebentar! Oh ya, aku benar-benar menyesal maafkan aku,” ucapku dan
langsung meninggalkan wanita itu. Sepertinya wanita itu tak asing, apa aku
pernah bertemu dengannya?
“Ahk,
ini begitu lama,” berbisik kepada Tae woo.
“Tenanglah,
sebentar lagi mereka datang,” ucap Tae woo.
Tak
lama orang yang kami tunggu-tunggu datang, “Maafkan kami telah membuat kalian
menunggu,” ucap lelaki yang datang bersama wanita yang tadi bertemu denganku.
“Ya,
tak apa silahkan duduk,” ucap Tae woo dengan sopannya.
“Dalam
meeting kali ini, kami lah yang mewakili perusahaan. Aku Dir.Kang Joon so dan
dia GM.Lee Hae jin,” ucap lelaki itu.
Seketika
aku terkejut mendengar nama itu keluar dari mulut lelaki itu, “Lee Hae jin,
senang bertemu denganmu.”
“Ya,
aku juga,” ucap Hae jin.
“Dan
nama kalian?” ucap Joon so.
Tae
woo langsung menjawabnya, “Aku GM.Shin Tae woo dan ini Kom. Yoo Si kyung.”
“Sangat
terhormat bisa langsung bertemu dengan anda,” ucapnya yang menurut ku hanya
siasat.
“Baiklah,
langsung saja kita mulai,” seru Hae jin.
Kami
pun langsung memulai meeting kali inii, agar tak membuang-buang banyak waktu
hanya untuk berbasa-basi. Lebih dari sejam, meeting pun berakhir. Tae woo dan
juga aku segera pergi, kami pun singgah untuk minum.
“Ada
apa?” tanya Tae woo.
“Tak
ada, memang aku seperti orang yang ada masalah?” aku berbalik bertanya padanya.
“Aku
hanya heran kamu mengajakku minum,” tuturnya.
“Sekarang
aku tak lagi sebagai Komisaris tetapi kawanmu, mengerti?”
“Iya,
ayo ceritakanlah apa masalahmu saat ini?”
“Wanita
tadi, Lee Hae jin. Dialah orang yang aku cari selama in,” ucapku.
“Benarkah,
itu orangnya. Wah, dia benar-benar cantik tak salah kamu terus mencarinya,”
tuturnya.
“Dia
tak mengenali ku, dia tak mengingatku Tae woo,” ucapku dengan penuh kesedihan.
“Aku
tak begitu yakin, mungkin saja dia ingat tapi dia tak ingin mengatakannya. Dan
mungkin juga dia mengira kamu tak mengingatnya lagi,” timpalnya.
“Benarkah
seperti itu, aduh aku sungguh bingung!”
Tanpa
sadarkan diri Tae woo membawaku pulang ke apartement ku yang tak jauh dari
tempat kami minum malam itu. AKu sungguh frustasi memikirkan ini semua, dia tak
mengingatku sama sekali. . .
“Tae
woo, tunggu!” teriakku pada Tae woo.
“Kamu
baik-baik saja? Tadi malam kamu betul-betul mabuk jadi aku yag mengantarmu,”
tuturnya.
“Terima
kasih… aku sungguh terharu ,” ucapku dengan manisnya.
“Heh,
ayo!”
Hari
ini aku menyibukkan diri, di perusahaan dan tak ingin kemana-mana ataupun memikirkan
hal apapun. Dan tiba-tiba hal yang tak pernah ku bayangkan akhirnya terjadi.
“Yoo
Si kyung,” ucapnya yang langsung masuk keruangan kerjaku.
Aku
berbalik melihat kearahnya, “Lee Hae jin.”
“Apa
kabar?” ucapnya.
“Aku?
Ahk, aku baik-baik saja. Kamu sendiri bagaimana?” tanyaku.
“Apa
kamu masih mengingatku?” tanyanya lagi.
“Tentu
saja, mana mungkin aku melupakanmu. Justru aku mengira kamu yang telah
melupakanku,” jelasku.
“Aku
tak pernah melakukannya, hanya saja keadaan sekarang telah berbeda,” timpalnya
padaku yang membuatku bingung.
“Kenapa?
Karena Kang joon so, kamu mencintainya?” ucapku yang tak pikir panjang.
“kenapa
apa kakak cemburu?”
“Kamu
memanggilku kakak? “ tanyaku.
“Iya,
apa kakak keberatan?” berbalik bertanya.
“Tidak
sama sekali, aku justru senang,” ucapku sambil tertawa.
“Oh
ya, apa kakak sibuk aku ingin makan.”
“Baiklah,
tunggu sebentar! Aku membereskan ini dulu,” jelasku.
Kami
pun pergi bersama untuk makan siang, masih tak menyangkah ini terjadi. Sekian
lama aku mencarinya, di akhir penantian ku dia datang menemui ku. Seperti
mimpi. . .
“Kakak
sudah punya kekasih?” tanyanya.
“Apa?
Aku tak punya waktu mencari kekasih,” ucapku.
“Benarkah?
Aku tak begitu yakin,” godanya.
“Kamu
sendiri, pasti sudah bersama Kang joon so,” tuturku.
“Iya,
sejak kakak pergi aku bersama dia. Karena dia juga aku bisa sekolah hingga ke
Universitas di New York,” timpalnya.
Kalimatnya
itu seketika membuat hati ini lesuh dan kusut, “Sepertinya aku telah
tergantikan.”
“Apa?”
“Hanya
bercanda,” tegasku.
“Serius
juga, tak apa. Sudah lama kita tak bertemu,” ucapnya.
“Apa
kamu merindukanku,” tanyaku.
“Tentu
saja, aku masih mengingat semuanya begitu juga dengan hadiah yang kakak berikan
padaku,” tuturnya.
Seketika
aku berpaling melihat kearah jari manisnya, “Aku kira kamu masih memakainya,”
pikirku.
“Kakak
kenapa?” tanyanya.
“Ahk,
tak apa.”
“Bagaimana
dengan kakak, apa kakak masih menyimpan hadiah yang aku berikan?”
“Tentu
saja, bahkan tak lecet sekali pun. Aku telah menyimpannya di tempat khusus
Museum Cintaku,” candaku di ikuti tawanya.
“Benarkah,
aku jadi tersanjung mendengarnya,” ucapnya.
“Apa
jam segini kamu tak sibuk siapa tahu kang Joon so mencarimu,” tuturku.
“Kakak!
Kenapa dari tadi menyebutkan Kang joon so, aku jadi bingung,” ucapnya yang
sebenarnya membuatku bingung.
“Seharusnya
aku yang bingung bukannya kamu,” tuturku sembari terus memandanginya.
“Kak,
aku harus pergi ada meeting. Hari rabu kita bertemu lagi disini jam segini, OK
kakak jangan sampai lupa!” serunya yang terus melangkah jauh.
“Tak
mungkin aku lupa,” ucapku.
Esok
hari aku dan Tae woo pergi ke pedesaan untuk melakukan pemindaian dengan produk
yang baru saja di luncurkan oleh perusahaan kami. Seorang Komisaris langsung
turun tangan bukanlah hal yang biasa di Negara ini, jadi aku sendiri bangga bisa
seperti ini.
“Hari
Rabu, aku ada pertemuan jadi kosongkan jadwal di hari itu!” seru ku pada Tae
woo.
“Pertemuan?
Dengan Hae jin?” tanyanya.
“Nah,
kalau sudah tahu tak perlu menanyakannya lagi. Rabu ini aku akan bertemu
dengannya,” tuturku sambil senyum-senyum.
“Jangan
seperti itu, aku jadi takut,” ucapnya sambil berlari meninggalkanku sendiri.
“Maksudnya
apa?” ucapku mengejarnya.
Hari
berlalu begitu cepatnya, yah hari ini hari Rabu aku bertemu dengan nya lagi.
“Lee Hae jin, tunggu aku!”
“Kakak,
ayo duduk!” seru Hae jin.
“Aku
datang tak pernah tepat waktu.”
“Masih
sama seperti dulu,” ucapnya.
“Sekarang
kamu tinggal bersama Joon so?”
“Joon
so lagi,, Joon so lagi !”
Dia
pun kembali berbicara, sepertinya lebih serius, “Kakak, sepertinya aku harus
kembali ke New York.”
“Kenapa?”
“Karena
akan ada acara pernikahan yang akan di langsungkan disana. Mau tak mau aku
harus kesana!”
“Apa,
nikah? New York, kenapa harus New York?” pikirku yang terus bertanya-tanya.
“Kakak
kenapa diam saja?”
“Ahk,
tak apa aku hanya sedikit bingung dengan perkataan mu kali ini. Kita baru saja
bertemu, tiba-tiba kamu berbicara seperti ini. Apa kamu tahu selama ini aku
mencari mu, dan sekarang kamu ingin meninggalkanku kembali?” tuturku panjang
lebar.
“Tapi
kan, kita masih bisa bertemu setelah itu. Aku akan kembali untuk kakak,”
ucapnya..
“Kembali
untukku? Baiklah, lebih baik kamu pergi saja,” ucapku dengan emos yang
meledak-ledak.
Sejak
hari itu aku tak ingin lagi mengetahui apa yang terjadi antara Kang Joon so dan
juga Hae jin, aku terlanjur sakit hati dengannya. Penantian panjangku Selma ini
sia-sia, dia lebih memilih orang lain dari pada kau yang lebih dulu dia kenal
dan yang lebih dulu menyukainya meskipun dia tak tahu.
Hari-hari
ku hanya terbuang dengan hal yang tak harus aku lakukan, aku hanya terus
termenung membayangkan apa yang telah terjadi padaku! Hidup ini benar-benar tak
peduli padaku…
“Si
kyung, Yoo Si kyung! Ada paket untukmuu,” ucap Tae woo yang langsung
melenyapkan lamunanku.
“Paket
dari siapa?”
“Dari
New York, kalau aku tebak ini pasti dari Hae jin,” timpalnya.
Aku
pun menarik napas panjang, “Lebih baik kamu buang saja,,”
“Sayang
kalau di buang, aku taruh di sini siapa tahu kamu mau melihatnya,” ucapnya
meninggalkanku.
Aku
tetap saja tak menghiraukannya, aku lebih memilih keluar dan mencari udara
segar. Dan melupakan semua yang terjadi!
“Si
kyung!”
“Shin-ae,
kamu tak ke New York?”
“Ini
aku mau ke bandara, kamu tak ke sana?”
“Entahlah,
aku bingung datang atau tidak.”
“Ayolah,
kakakku pasti senang kalau kamu datang! Ayolah, disana juga ada Hae jin.”
“Justru
karena itu aku sedikit ragu untuk datang,” ucapku yang sedikit keras.
Shin-ae
terlihat bingung, “Karena itu? Karena itu apa??”
“Maaf,
aku harus pergi sekarang. Bersenang-senanglah, dan semoga perjalananmu lancar,”
tuturku yang langsung pergi menjauh.
Hari
ini hari istimewa bagi Hae jin, ya dia dan Joon so akan menikah dan
meninggalkanku juga kenangan kita yang lalu. “Si kyung, apa kamu telah membuka
paket yang di kirim oleh Hae jin?” tanya Tae woo yang tiba-tiba datang.
“Tidak,
aku tak berniat untuk membukanya,” ucapku simple.
“Apa
kamu tak penasaran, siapa tahu itu pernyataan cinta Hae jin selama ini padamu.
Cepatlah ambil dan buka!” bujuknya,.
“Hm,
baiklah,” aku pun langsung mengambil paket yang Hae jin kirim padaku di dalam
laci lemari ku.
Ketika
aku mengambil paket itu, aku baru teringat dengan ucapan Hae jin, “Aku akan
kembali untuk kakak.” “Berarti…? “
“Ada
apa?” tanya Tae woo.
“Yah,
aku tahu sekarang, cepat pesankan aku tiket ke New York yang akan berangkat jam
segini!”
“Baiklah,
tapi apa kamu tak ingin membuka paket itu dulu?”
Tanpa
pikir panjang aku pun langsung pergi menuju bandara, kali ini aku yakin dengan
apa yang Hae jin bilang. Dia juga mencintaiku, dia merasakan apa yang aku
rasakan selama ini. Ya Tuhan. . . terima kasih.
Setelah sampai di New York aku langsung menuju tempat pelaksanaan
pernikahan tersebut, sesuai dengan alamat yang di kirimkan oleh Shin-ae.
Aku
masuk, dan langsung mencari keberadaan Hae jin saat ini. Apa mungkin
benar-benar dia yang akan menikah?? Tak lama aku melihat Joon so yang keluar
dari suatu ruangan aku pun masuk untuk memastikan apa Hae jin ada di sana atau
tidak. Namun, dugaan ku salah dia bukan Hae jin.
“Yoo
Si kyung. . .” ucapnya.
“Kang
Joon so, maaf aku memangganggumu,” ucapku.
“Mengganggu?
Aku tak merasa seperti itu, justru aku senang kamu bisa datang. Hae jin cerita
padaku bahwa kamu Yoo Si kyung yang dulu ada di panti asuhan bersamanya,”
tuturnya.
“Iya,
oh ya selamat karena kamu telah memilikinya ,” kataku.
“Memilikinya?
Siapa, Lee Hae jin,” ucapnya sambil tersenyum.
Tiba-tiba
datang seorang perempuan, “Kak, siapa?”
“Si
kyung, kenalkan ini calon istri ku Hae mi,” ucap Joon so yang membuat ku
terkejut.
“Senang
bertemu denganmu, aku Yoo Si kyung,” ucap ku.
“Salam
kenal,” ucap Hae mi dengan suara lembutnya.
“Aku
tahu pasti kamu mengira aku menikah dengan Hae jin,” ucap joon so sambil
tertawa.
“Maaf,
dia sekarang dimana?” tanyaku.
“Tadi
dia bersama Shin-ae, sepertinya di kolam belakang,” timpal Hae mi.
“Baiklah,
aku permisi. Selamat untuk kalian berdua, kalian pasangan yang sangat serasi,“
Tuturku.
Aku
pun berlari ke kolam belakang, dan benar di sana ada Hae jin. “Hae jin. . .”
teriakku. “Kak Si kyung, aku kira kakak tak akan datang,” ucapnya.
Aku
pun langsung memeluknya, “Bagaimana bisa aku tak datang, matahari ku ada di
sini.”
“Maksud
kakak apa?”
“Maafkan
aku, aku telah berpikir buruk tentangmu, maafkan aku!”
“Tak
apa aku mengerti,” ucapnya membalas pelukanku.
Aku
pun melepaskan pelukanku dan langsung memandanginya, “Hari ini kamu sangat
cantik dari biasanya.”
“Kakak,
bukannya dari dulu aku sudah cantik jadi kakak tak perlu memujiku seperti itu,”
jelasnya.
“Heh,
sama saja seperti dulu tak berubah.”
Aku
pun menggenggam kedua tangannya dan mencoba bicara serius padanya, “Lee Hae
jin, apa kamu mau menikah denganku?”
Hae
jin terlihat terkejut, “Apa, menikah?”
“Iya,
kamu lah cinta pertama ku,” ucapku.
“Cinta
pertama? Berarti kakak telah menyukaiku sejak kita dipanti asuhan,” ucapnya.
“sepertinya
kamu benar, oh ya cincin yang ku berikan padamu mana? Kenapa, tak memakainya?”
“Aduh,
ini sudah terlalu kecil untuk aku pakai lagi,” ucapnya sambil menunjukkan
cincin itu yang tergantung di kalung yang dia pakai.
“Maaf,
aku terlalu egois sampai-sampai tak berpikir seperti itu,” jelasku.
“Bagaimana?
Apa kamu Lee Hae jin, mau menjadi pendampingku seumur hidupku?” ucapku lagi.
“Iya,
aku juga mencintai kakak,” ucapnya.
Aku
pun langsung mencium kening Hae jin, dengan suara sorakan para tamu yang dari
tadi memerhatikan kami, tak terkecuali Joon so, Hae mi dan juga Shin-ae. Aku
sedikit malu, tapi aku juga legah bisa mengeluarkan semua perasaan ku selama
ini. Dan aku sedikit kecewa karena Tae woo tak bisa melihat bagaimana aku
mengutarakan perasaan ku ini, dia sahabat terbaikku selama berpisah dengan Hyun
joon dan Tae shik.
Setelah
pernikahan Joon so, aku dan Hae jin pun menyusul dengan acara pernikahan kami
yang kami gelar di Seoul bersama keluarga, sahabat dan semua orang yang
menyayangi kami selama ini. Aku sangat bersyukur bisa kembali bersama Hae jin
dan melewatkan semua waktu dan kesibukanku hanya bersama nya yang terus di sisi
ku. . .